Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 16 Oktober 2015

TAJUK RENCANA: Stop Kekerasan kepada Anak (Kompas)

Beruntunnya kejadian kekerasan terhadap anak, bahkan disertai pembunuhan, menuntut keseriusan sungguh untuk bersama melindungi anak.

Kekerasan terhadap anak terus berulang. Kejadian terakhir yang menyita perhatian publik adalah kekerasan seksual disertai pembunuhan terhadap anak perempuan berusia sembilan tahun di Kalideres, Jakarta Barat.

Terungkapnya pelaku yang ternyata bukan orang asing bagi korban semakin menguatkan fakta bahwa kejahatan terhadap anak sering kali dilakukan orang di sekitar anak. Pelaku bisa orangtua, keluarga batih, atau orang di sekitar lingkungan rumah dan sekolah anak.

Terus berulangnya kekerasan terhadap anak sangat memprihatinkan. Payung hukum perlindungan untuk anak sudah tersedia melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, menggantikan UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalamnya secara tegas disebutkan adalah "hak anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".

Meskipun demikian, kekerasan terus terjadi. Satgas Perlindungan Anak, misalnya, setiap hari menerima enam laporan kekerasan dan kejahatan terhadap anak. Laporan yang sama banyaknya diterima juga di daerah oleh lembaga yang bergerak dalam perlindungan anak.

Kekerasan terhadap anak tidak mengenal kelas sosial-ekonomi dan geografi. Kekerasan dapat terjadi di ruang publik dan privat. Bentuk kekerasan dapat berupa fisik, psikologis, ekonomi, seksual, ataupun penelantaran. Kekerasan terus terjadi karena anak tidak dapat menyuarakan keadaannya, suaranya kerap tidak didengar, diabaikan, oleh orang dewasa.

Tingginya kekerasan terhadap anak memperlihatkan ketidakpedulian kita terhadap hak anak untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, bebas dari rasa takut, dan ancaman. Pada saat yang sama, kita dengan ringan mengatakan bahwa anak adalah generasi penerus bangsa.

Situasi yang memprihatinkan ini harus diputus melalui tindakan konkret, bukan sekadar mengulang-ulang pernyataan keprihatinan. Salah satunya dengan menghukum berat pelaku kekerasan dan kejahatan terhadap anak.

Namun, mencegah selalu lebih baik daripada bertindak setelah kejadian. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ada untuk melindungi hak anak yang sampai saat ini masih jauh dari terpenuhi. Karena itu, kita menuntut Kementerian PPPA membuat kebijakan nasional yang lebih konkret dalam melindungi anak.

Kementerian PPPA wajib memastikan kebijakan nasional tersebut terlaksana melalui koordinasi perlindungan anak dengan semua lembaga pemerintah, termasuk menuntut tanggung jawab pemerintah daerah menjadikan wilayahnya aman dan nyaman untuk anak. Tidak kalah penting adalah aktif mempromosikan kepada masyarakat tentang perlindungan anak sebagai kewajiban bersama.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Stop Kekerasan kepada Anak".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

1 komentar:

  1. Biar ga terjadi kekerasan pada anak coba nih sedikit tips dari saya. Anak-anak yang memiliki kecenderungan menghina orang lain biasanya justru sering mendapatkan pengalaman direndahkan oleh orang-orang di sekelilingnya. Ajarkan anak untuk selalu menghargai setiap orang, tidak peduli bagaimanapun bentuk fisiknya. Kadang anak yang menjadi korban kekerasan bukan anak yang kurang pergaulan, melainkan anak yang aktif dan banyak bicara. Anak yang seperti itu cenderung akan mudah mengucapkan kata-kata yang kurang enak didengar oleh teman-temannya seperti menghina anak lainnya dnegn sebutan “gendut,” “jelek,” dan lain sebagainya. Hal itu membuat teman-temannya membalas perbuatannya dengan dibantu anak-anak yang lain, pada akhirnya ia pun menjadi korban bully akibat ulahnya sendiri. Untuk menghindarinya, ajari anak Anda berempati. Rasa empati tidak dapat lahir dengan sendirinya bagi anak-anak. Peran orangtua amat besar dalam hal ini. Berempati memerlukan hati yang jauh lebih besar daripada sekedar menghargai.

    BalasHapus

Powered By Blogger