Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 Februari 2016

Empat Alasan Narkoba Marak//Parkir Menginap di Bandara//Usul Hujan Buatan (Surat Pembaca Kompas)

Empat Alasan Narkoba Marak

Semakin banyak yang tertangkap, semakin marak peredarannya. Itulah yang dihadapi Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menanggulangi peredaran narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba). Saya mengamati, setidaknya ada empat alasan mengapa narkoba makin marak.

Pertama, penangkapan pengedar narkoba sering disertai dengan informasi berat dan harga. Berita paling baru, Selasa (26/1), televisi, radio, dan media cetak melaporkan keberhasilan BNN dan kepolisian di Jepara, Jawa Tengah, menangkap delapan tersangka penyelundup 100 kilogram sabu asal Tiongkok senilai Rp 300 miliar.

Penyebutan harga yang selalu fantastis dan terus-menerus dapat merangsang para pemilik jiwa labil untuk terjun di komoditas haram ini. Tidak heran banyak oknum sipir penjara yang bergaji pas-pasan atau warga negara yang kurang beruntung di Jakarta dan di tempat lain tergiur bisnis "menguntungkan" ini.

Narkoba tidak punya harga resmi, mengapa tidak menyebut Rp 3 juta atau Rp 6 juta saja?

Kedua, masker. Penyelundup, importir, pengedar, atau pemakai narkoba yang tertangkap tangan tidak perlu ditutup jati dirinya karena saat jumpa pers mereka dipakaikan penutup muka (masker). Mengapa para "biadab" hasil operasi tangkap tangan masih diperlakukan secara sopan santun dan asas praduga tak bersalah?

Ketiga, testimoni. Ajang pengakuan mantan pecandu narkoba—umumnya kalangan artis—ditayangkan di televisi, dikemas dengan teknik investigasi dan reportase. Tampaknya pemilik televisi tetap berharap agar momen ini turut menaikkan rating. Namun, penyajiannya yang sedemikian rupa membuat ajang yang seharusnya membuat orang jera ini pun beralih dari sebuah contoh kejahatan yang jangan ditiru menjadi acara hiburan diselingi ha-ha-hi-hi. Tidak terlihat sedikit pun penyesalan pada pelakunya, bahkan mereka cenderung mempertontonkan rasa bangga.

Keempat, rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Lido, Bogor, kini menjadi sarana baru yang lagi tren untuk "berlindung" dari jerat hukum. Padahal, hampir semua pengguna narkoba yang telah direhabilitasi kembali kecanduan begitu selesai menjalani rehabilitasi (Kompas,7/1/2015). Artinya, pemerintah harus memikirkan cara-cara baru yang lebih baik, termasuk perubahan lingkungan bagi para pengguna yang keluar dari panti rehabilitasi.

ZULKIFLY

Pekayon Jaya, Bekasi Selatan 17148

Parkir Menginap di Bandara

Saya sering memarkir inap mobil di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Bila areal parkir inap penuh, saya dipersilakan memarkir mobil di areal parkir umum. Tarifnya tidak jauh berbeda dengan parkir inap normal.

Pada 19 Januari 2016 saya menginapkan mobil di lokasi parkir umum. Kembali dari urusan di luar kota, pada 21 Januari, saya mengambil mobil yang sudah terpakir 55 jam.

Betapa terkejutnya saya karena dikenai biaya Rp 421.000, entah bagaimana cara menghitungnya. Kalau dirata-rata, biaya parkir yang harus saya bayar Rp 7.655 per jam! Petugas loket hanya mengatakan, saya kena tarif sebesar itu karena menginapkan mobil di tempat parkir umum.

Mengingat antrean di belakang saya cukup panjang, dengan terpaksa saya bayar biaya itu. Namun, mohon kepada otoritas bandara untuk tidak membiarkan "perampokan" berlanjut. Saya tidak ikhlas membayar biaya parkir yang tak masuk akal.

ID ASMARA,

Jl Lapangan I, Rawa Domba, Duren Sawit, Jakarta Timur

Usul Hujan Buatan

Meski sudah masuk musim penghujan, di beberapa daerah hujan belum juga turun. Banyak petani terpaksa mengundurkan masa tanam padinya.

Saya sebagai pendamping buruh tani organik bertanya-tanya, mengapa pemerintah belum juga berinisiatif membuat curah hujan lebih merata? Bukankah awan hujan sudah cukup banyak dan tinggal dipicu sedikit.

Mundurnya musim tanam bisa berdampak kurang atau bahkan gagalnya panen. Kenapa Pak Menteri tak segera mengusahakan hujan buatan? Mana itu para wakil rakyat yang katanya peduli nasib orang kecil?

ROBBY HARYOSEPUTRO

Jl Tanggul Mas I/155, Semarang

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger