Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 24 Oktober 2016

Pendidikan Kita//Membuat SIM//Sanggahan Roosniati Salihin (Surat dan Tanggapan Pembaca Kompas)

Pendidikan Kita

Tanggal 7 April lalu saya berkunjung ke Tabanan, Bali. Majalah penerbangan dari pesawat saya berikan kepada remaja putri yang baru menyelesaikan ujian nasional SMA.

Saya membantunya membuka halaman yang memuat peta Asia Tenggara lengkap dengan garis-garis lengkung rute penerbangan. Saya menunjuk Pulau Kalimantan sambil bertanya kepada gadis itu, ini pulau apa? Ternyata dia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Demikian juga ketika saya menunjuk Pulau Sumatera, Jawa, Papua, dan Bali. "Aku enggak suka pelajaran Ilmu Bumi," katanya.

Tanggal 10 April, saya sudah di rumah kelahiran saya, desa kecil di daerah Klaten, Jawa Tengah. Lagi, sebuah majalah penerbangan saya tunjukkan kepada cucu keponakan yang sudah kelas dua SMA Negeri. Ia perlu berpikir beberapa menit untuk mengingat nama Pulau Kalimantan.

Ketika dua remaja putri teman cucu keponakan saya itu datang untuk mengerjakan PR, majalah saya perlihatkan kepada mereka. Dua siswi SMAN ini juga hanya tersenyum karena tidak tahu nama-nama pulau yang saya tunjuk.

Lalu, saya tanyakan, "Kalau sudah lulus, mau kuliah di mana?" Lagi-lagi mereka tersenyum sambil menjawab, "Belum tahu." Saya bertanya lagi, "Ke UNS atau UGM?" Mereka hanya menggelengkan kepala.

Lalu iseng-iseng saya bertanya, "UGM itu singkatan dari apa?" Mereka tidak menjawab, hanya saling berpandangan. Saya menyerah dan berkata, "Universitas Gadjah Mada."

Melihat respons mereka, saya merasa prihatin. Padahal, dulu tahun 1956, saat berumur 6 tahun, saya sudah hafal nama-nama pulau dan kota di Indonesia karena sering ikut belajar kakak-kakak saya siswa SR (sekolah rakyat, sekarang sekolah dasar). Bahkan, nama kota Jailolo di Maluku Utara, berkesan sampai sekarang.

Di sela-sela mengerjakan PR, ketiga remaja ini sesekali mengeluarkan telepon pintarnya karena ada pesan masuk. Sementara saya menggunakan telepon kecil yang hanya bisa untuk menelepon dan mengirim pesan pendek.

SUGENG HARTONO

Bona Indah, Blok A, Lebak Bulus, Jakarta, 12440

Membuat SIM

Saya memperpanjang SIM A pada tanggal 4 Oktober 2016 melalui mobil layanan yang setiap hari parkir di Jalan Majapahit, Semarang, depan pergudangan.

Proses perpanjangan berlangsung cepat karena masih pagi, tidak banyak yang mengantre. Setelah didaftar dan menunggu 30 menit, saya dipanggil masuk ke dalam mobil untuk difoto.

Setelah foto, saya menunggu proses cetak dan dimintai biaya pengurusan Rp 150.000 tanpa bukti pembayaran. Saya memang tidak terlalu memperhatikan soal kuitansi ini, hanya berpikir positif bahwa memang itulah biaya yang sebenarnya. Saya sudah senang karena proses pengurusan cepat dan tidak berbelit.

Saya pun pulang dan beraktivitas seperti biasa. Beberapa hari kemudian baru terpikir untuk mengecek berapa biaya resmi, ternyata untuk perpanjangan SIM A hanya Rp 80.000 saja.

Saya menyarankan agar biaya resmi untuk urusan apa pun dicetak dengan huruf besar dan dipasang di tempat-tempat strategis sehingga masyarakat dengan cepat tahu berapa biaya yang harus mereka bayar.

KURNIADI

Plamongan Indah, Semarang

Sanggahan Roosniati Salihin

Dalam berita halaman 27 harian Kompastanggal 21 Oktober 2016 yang berjudul "Jessica: Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan" disebutkan, "Ia mulai khawatir, sidang diintervensi setelah melihat tayangan pengakuan Roosniati Salihin (68) di televisi. Dalam tayangan itu, Wakil Presiden Direktur Bank Panin ini mengaku telah mengeluarkan banyak uang untuk biaya persidangan".

Atas berita tersebut, saya memberi sanggahan bahwa saya tidak pernah menyampaikan kalimat tersebut. Kalimat yang saya sampaikan dalam wawancara televisi adalah: "Banyak yang menanyakan kenapa kita menghambur-hamburkan uang untuk peradilan begini". Oleh karena itu, berita yang dimuat harian Kompas terkait dengan pernyataan saya adalah tidak benar, dapat bersifat fitnah, dan berpengaruh terhadap nama baik saya.

ROOSNIATI SALIHIN

Jakarta

Catatan Redaksi

Demikian koreksi dan sanggahan dari Roosniati Salihin yang diterima RedaksiKompas. Terima kasih.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger