Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 22 Oktober 2016

Samsat Kota Tangerang//Petunjuk Jalan//Penagih Utang//Kurs Kartu Kredit (Surat Pembaca Kompas)

Samsat Kota Tangerang

Saya membayar pajak kendaraan bermotor pada 17 Oktober 2016. Ketika tiba di Samsat Kota Tangerang, Banten, kantor itu sudah penuh dengan wajib pajak. Artinya, kepatuhan wajib pajak patut diapresiasi. Sayangnya, justru kapasitas pelayanan Samsat tidak memadai, dari tahun ke tahun tidak ada perubahan.

Tidak ada kursi yang tersisa, terpaksa banyak orang berdiri menunggu antrean, termasuk saya. Begitu penuhnya ruangan, bahkan untuk lewat saja sulit karena banyak orang berdesakan sampai di depan loket. Dengan kondisi semacam ini, jelas waktu menunggu menjadi semakin lama.

Bagaimana inisiatif pihak berwenang untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak? Bukankah jumlah kendaraan bermotor setiap tahun meningkat? Saya berharap pada masa mendatang para wajib pajak tidak lagi menemukan kondisi seperti itu, tetapi mendapat pelayanan yang memuaskan saat hendak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

KWA CIAN TUI

Taman Ayu, Lippo Karawaci, Kota Tangerang, Banten

Petunjuk Jalan

Saya warga Cluster Garnet, Pondok Hijau Golf, Summarecon, Serpong, Kabupaten Tangerang, sejak tahun 2008. Setiap tahun iuran pengganti pemeliharaan lingkungan (IPPL) naik 40 persen dan saya selalu membayar tanpa protes karena untuk kesejahteraan tukang kebun, petugas kebersihan, ataupun petugas keamanan.

Namun, kenaikan iuran tidak sebanding dengan pelayanan yang didapat warga. Salah satu contoh tukang kebun yang berganti-ganti, padahal tukang sebelumnya rajin menyapu dan mencabuti rumput-rumput liar, serta merawat tanaman tanpa diminta atau disuruh.

Sekarang, untuk segala macam urusan, saya harus mengadu dulu ke kantor Estate Summarecon Serpong, setelah itu baru ditindaklanjuti sampai dengan tujuh hari kerja. Terakhir saya melapor pada 23 Agustus 2016, tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut.

Laporan terakhir itu mengenai papan petunjuk Jalan Garnet Barat 1 yang dicopot petugas penebang pohon beberapa bulan lalu, tetapi tidak dipasang lagi. Hal ini sangat mengganggu karena hampir setiap hari ada ojek onlineatau kurir nyasar ke rumah saya gara-gara papan petunjuk jalan belum terpasang.

IGP RAKA JULI ARTHA

Cluster Garnet, Summarecon Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten

Penagih Utang

Selasa (27/9/2016) sekitar pukul 16.00, rumah kami didatangi dua orang tanpa memperlihatkan identitas ataupun surat tugas yang bersangkutan. Istri saya menemui mereka di depan rumah karena mengira mereka sales.

Ternyata mereka menanyakan anak kami, yang katanya berutang di Bank Mega. Istri saya menjawab, anak kami masih bekerja dan pesan akan disampaikan kepada yang bersangkutan.

Namun, penagih utang tersebut tidak puas dan menggertak istri saya. Istri saya berusaha tenang dan mereka berteriak semakin kencang. "Kamu, kan, orangtuanya, harus tanggung jawab untuk membayar," katanya.

Hal itu mengundang tetangga berdatangan. Saya akhirnya keluar rumah dan menegur mereka. Bukannya tenang, mereka malah mengancam akan melakukan kekerasan jika dalam tenggang waktu satu minggu utang tidak segera diselesaikan.

Mengapa Bank Mega menugasi orang ala preman? Apakah tidak ada cara yang beradab?

NUNU WASPODO

Kompleks PAP II Karang Anyar, Neglasari, Tangerang

Kurs Kartu Kredit

Pada 16 Agustus 2016, saya membuat reservasi hotel di luar negeri lewat internet. Pembayaran menggunakan kartu kredit Bank Panin dengan nilai total 760,67 dollar AS. Ditagih dalam rupiah menjadi Rp 10.200.536. Karena ada masalah, saya membatalkan reservasi itu keesokannya, 17 Agustus 2016.

Dalam pembukuan tagihan kartu kredit tercatat pengembalian 760,67 dollar AS. Namun, pengembalian dalam rupiah hanya Rp 9.767.308. Pada 28 September 2016, saya menelepon layanan pelanggan Bank Panin, yang menjelaskan bahwa kurs mengikuti Visa. Saya disuruh membuka sendiri laman Visa.

Saya mengerti bahwa kurs dollar ke rupiah memang fluktuatif dan ada perbedaan nilai jual dan beli. Namun, apakah dalam dua hari kurs bisa berbeda sejauh itu? Gara-gara itu, saya membayar lebih dari Rp 400.000.

Mengapa pihak Bank Panin tidak bisa memberi tahu kurs secara transparan? Saya juga pemegang kartu kredit lain yang selalu mencantumkan kurs jika saya belanja di luar negeri.

ANGGIE PARAMITA

Taman Aries Blok E, Meruya Utara, Jakarta Barat

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger