Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 10 Oktober 2016

Setelah Berakhirnya Amnesti Pajak Tahap I (IRWAN WISANGGENI)

Program pengampunan pajak tahap pertama telah selesai (tarif 2 persen). Animo masyarakat dalam mengikuti program amnesti pajak tahap I cukup besar. Tampak dari uang tebusan yang mencapai Rp 97,1 triliun (target Rp 165 triliun) dengan jumlah harta yang dideklarasikan mencapai Rp 3.540 triliun, yang di dalamnya sudah termasuk dana repatriasi yang masuk ke Tanah Air sebesar Rp 124 triliun.

Melihat fenomena dana repatriasi yang dibawa masuk baru mencapai Rp 124 triliun, sedangkan yang ditargetkan Rp 1.000 triliun, hal ini dapat dikatakan tujuan pengampunan pajak bergeser dari tujuan utamanya, yaitu untuk memasukkan dana dari luar negeri ke Indonesia.

Pada hakikatnya, tujuan pemerintah yang utama dalam program pengampunan pajak adalah peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, suku bunga yang kompetitif, dan meningkatkan investasi dari dana repatriasi.

Diharapakan dengan masuknya dana repatriasi, roda ekonomi makro dapat bergerak lancar sehingga perekonomian dapat bergulir ke arah yang lebih baik. Manfaat dana repatriasi, misalnya, dana tersebut bisa digunakan untuk investasi di dalam negeri sehingga banyak tenaga kerja yang terserap serta pembangunan infrastruktur di dalam negeri dapat dilakukan tanpa harus meminjam dana dari luar negeri.

Dana repatriasi yang masuk harus dikunci tiga tahun sejak tanggal dialihkan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya, selama tiga tahun dana itu tak boleh dialihkan ke luar negeri, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Namun, dana repatriasi juga tak dapat digunakan sebebas-bebasnya oleh wajib pajak. Atas dana repatriasi yang sudah dideklarasi dalam amnesti pajak, seperti di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.08/2016 pada Pasal 6 Ayat 1 dan Ayat 2, dijelaskan secara rinci sehubungan dengan instrumen yang diperbolehkan dalam investasi di pasar keuangan. Sebutlah seperti SBN RI, obligasi BUMN, obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki pemerintah, investasi keuangan investasi dalam efek, sukuk, saham, reksa dana, unit penyertaan dana investasi real estat, deposito, tabungan, giro, investasi pasar keuangan lainnya, termasuk produk asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adapun penempatan investasi di luar pasar keuangan diatur dalam PMK 122/PMK.08/2016, yakni Pasal 6 Ayat 1. Di sana dijelaskan dengan rinci, misalnya dalam bentuk investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah badan usaha, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan pemerintah, investasi pada properti dalam bentuk tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya, investasi langsung pada perusahaan di wilayah NKRI, investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan dan bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika kita intisarikan, dana repariasi boleh digunakan di segala macam bentuk investasi asalkan uang itu tetap ada di Tanah Air.

Gerakan nyata

Langkah yang harus dibuat pemerintah, selain menerbitkan regulasi, adalah membuat instrumen investasi di Tanah Air atas dana repatriasi menjadi menarik dan menguntungkan dibandingkan dengan yang terjadi di luar negeri. Misalnya, jasa layanan perbankan dalam mata uang dollar AS yang masih sangat terbatas dan tidak menarik. Padahal, banyak investor masih memilih untuk berinvestasi pada dollar AS.

Jika target dana repatrisai mencapai target yang dicanangkan, masalah ke depan yang akan muncul sehubungan dana yang akan masuk sebesar Rp 1.000 triliun ke Tanah Air dari hasil program pengampunan pajak, apakah mampu diserap untuk investasi di dalam negeri mengingat investasi kita belum stabil. Ataukah hanya akan mengendap di bank nasional dalam bentuk deposito di dalam negeri yang saat ini mengendap dengan nilai deposito sekitar Rp 2.000 triliun. Bukankah hal ini menjadi kontra produktif?

Jika hanya mengendap dalam bentuk deposito di dalam negeri, bank-bank nasional akan mengalami tekanan sehubungan dengan membayar bunga pinjaman yang membengkak. Serapan pinjaman kredit untuk usaha secara nasional belum efektif. Loan deposit ratio(LDR) di perbankan nasional kita mencapai 90 persen, sedangkan loan to gross domestic bruto (GDP) baru 30 persen. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 120 persen.

Pemerintah perlu melakukan gerakan konkret dalam menangani repatriasi karena, jika tidak, akan jadi bumerang buat perbankan nasional karena harus membayar bunga kepada nasabah atas dana repatriasi itu.

Langkah konkret atas hasil repatriasi perlu diberi tahu kepada masyarakat melalui media secara terinci. Misalnya, berapa persen jumlah yang diserap untuk pembangunan infrastruktur, berapa persen digunakan untuk menggerakkan sektor riil, dan berapa persen untuk stimulus penguatan rupiah. Semua harus detail dan konkret sehingga masyarakat mendapatkan informasi dengan jelas.

Dengan pemberitahuan secara terinci hasil investasi pengampunan pajak, masyarakat akan tertarik membawa asetnya ke dalam wilayah NKRI dan memperkecil keraguan masyarakat sehubungan dengan melakukan repatriasi.

Amnesti pajak tahap pertama telah berakhir. Tahap kedua dan tahap ketiga masih akan berjalan. Dengan regulasi cerdas dari pemerintah, program repatriasi akan berjalan mencapai target sesuai dengan tujuan semula.

IRWAN WISANGGENI, DOSEN TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Setelah Berakhirnya Amnesti Pajak Tahap I".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger