Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 17 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Mengolah Kekuasaan (Kompas)

Pelantikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM di luar perkiraan banyak pengamat.

Sebelumnya, Jonan adalah Menteri Perhubungan yang diberhentikan Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2016. Tidak ada alasan yang disampaikan, mengapa Jonan diberhentikan sebagai Menhub dan digantikan Budi Karya Sumadi. Namun, publik mencatat, Jonan adalah menteri yang pernah bersikap berbeda dengan Presiden. Jonan tak hadir saat peluncuran perdana pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Itu salah satu di antaranya.

Arcandra diberhentikan sebagai Menteri ESDM terkait masalah kewarganegaraannya. Administrasi Istana tidak teliti, sementara Arcandra tidak terbuka menjelaskan status kewarganegaraan Amerika Serikat yang dipegangnya. Akibatnya, kegaduhan politik terjadi. Presiden Jokowi terpaksa memberhentikan Arcandra pada 15 Agustus 2016. Arcandra menjabat Menteri ESDM selama 20 hari.

Pelantikan Jonan dan Arcandra menunjukkan bagaimana Presiden Jokowi menggunakan hak prerogatif dan kekuasaannya untuk mengisi kekosongan Menteri ESDM. Langkah mengolah kekuasaan diawali dengan pemberian peneguhan kewarganegaraan Indonesia kepada Arcandra, kendati terminologi "peneguhan" kewarganegaraan tidak dikenal dalam Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan.

Apa yang diputuskan Presiden Jokowi akan tercatat dalam sejarah Indonesia kontemporer. Seorang menteri yang pernah diberhentikan ditarik lagi menjadi menteri, dalam pos kementerian berbeda. Jonan berada di luar kekuasaan selama 79 hari. Sementara Arcandra menjabat Menteri ESDM selama 20 hari, diberhentikan, dan diberi pos sebagai wakil menteri dalam pos yang sama.

Sebagai kepala pemerintahan, presiden diberi kekuasaan mengangkat menteri sebagai pembantunya. Tak ada yang salah secara hukum saat Presiden Jokowi melantik Jonan dan mengangkat Arcandra sebagai wakil menteri. Meski dari perspektif tata cara pemerintahan yang baik, langkah Presiden Jokowi bisa dipertanyakan. Keduanya harus kompak dan tidak membuat gaduh.

Masalahnya, setelah Presiden Jokowi memakai kuasanya mengangkat Jonan dan Arcandra, bagaimana itu membawa manfaat bagi rakyat. Bagaimana Jonan-Arcandra, yang disebut punya keahlian di bidang energi, bisa menggunakan kuasanya membereskan sektor energi yang dikuasai mafia yang tak tersentuh serta menghadirkan kemandirian energi. Permainan kekuasaan yang tidak membawa manfaat bagi rakyat dan tidak punya arti apa-apa, hanya akan menjadi cibiran rakyat!

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Mengolah Kekuasaan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger