Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 10 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Nobel Perdamaian bagi Santos (Kompas)

Komite Nobel Norwegia, Jumat (7/10), memilih Presiden Kolombia Juan Manuel Santos (67) sebagai penerima penghargaan Nobel Perdamaian.

Terpilihnya Santos sebagai penerima Nobel Perdamaian agak di luar dugaan, mengingat Pakta Perdamaian yang dihasilkannya dengan Ketua Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) Rodrigo Londono ditolak rakyat Kolombia dalam referendum yang diselenggarakan 2 Oktober lalu.

Penolakan rakyat Kolombia atas Pakta Perdamaian itu sempat membuat banyak orang menganggap peluang Santos untuk menerima Nobel Perdamaian tertutup. Namun, anggapan itu ternyata keliru. Banyak yang terkejut ketika nama Juan Manuel Santos diumumkan sebagai peraih Nobel Perdamaian oleh Ketua Komite Nobel Norwegia Kaci Kullmann Five.

Kullmann Five mengemukakan, Santos patut mendapatkan Nobel Perdamaian karena berhasil membuat konflik yang telah berumur 52 tahun, salah satu konflik bersaudara yang paling tua di dunia, mendekati penyelesaian. "Yang ditolak oleh rakyat Kolombia pada tanggal 2 Oktober 2016 adalah Pakta Perdamaian, bukan perdamaian itu sendiri," kata Kullmann Five.

Santos mengatakan, "Saya menerima penghargaan ini bukan atas nama saya, melainkan atas nama rakyat Kolombia, terutama jutaan korban akibat konflik panjang yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun. Terima kasih Tuhan perdamaian sudah dekat. Perdamaian mungkin dicapai." Ia menambahkan, "Saya merasa sangat terhormat dan gembira karena penghargaan ini akan mendorong tercapainya perdamaian."

Dalam konflik antara gerilyawan kiri, pasukan pemerintah, dan paramiliter sayap kanan yang berkepanjangan itu, lebih dari 220.000 orang tewas, baik di medan pertempuran maupun akibat pembunuhan besar-besaran oleh gerilyawan dan paramiliter. Belum lagi jutaan orang mengungsi akibat konflik yang berkelanjutan itu.

Santos layak menerima Nobel Perdamaian. Dua tahun setelah ia menduduki jabatan sebagai Presiden Kolombia, 27 Agustus 2012, ia mulai mendekati pimpinan FARC untuk menjajaki kemungkinan guna mengakhiri konflik. Setelah melalui negosiasi tanpa henti, akhirnya Santos dan Londono menandatangani Pakta Perdamaian pada 26 September lalu. Pakta Perdamaian ini kemudian ditolak oleh rakyat melalui referendum karena dianggap terlalu lunak terhadap FARC. Namun, Santos tak berhenti di sana, ia menghubungi Londono untuk menegosiasi ulang.

Untuk mencapai perdamaian, apalagi perdamaian yang langgeng, memang harus ada pihak yang mengalah. Rasanya hal itu sepenuhnya dipahami oleh Santos. Kini, ia tinggal mengupayakan kompromi yang dapat diterima oleh rakyat Kolombia dan FARC.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Nobel Perdamaian bagi Santos".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger