Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Pesan Terang dari Presiden (Kompas)

Berlebihan. Begitulah pendapat sebagian orang pada kehadiran Presiden Joko Widodo di Kementerian Perhubungan hari Selasa (11/10).

Dinilai berlebihan karena seorang kepala negara datang dan mengomentari penangkapan lima staf Kemenhub dan seorang calo, yang diduga terlibat penyuapan dan pungutan liar di kementerian itu. Penangkapan itu dilakukan oleh jajaran Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. Mereka yang ditangkap bukan pejabat tinggi, hanya staf biasa.

Namun, dari sisi lain, kehadiran Presiden dalam operasi tangkap tangan di Kemenhub itu mengirimkan pesan yang terang benderang mengenai perang terhadap pungli. Presiden tidak dapat lagi menerima adanya praktik pungli, terutama terkait dengan pelayanan masyarakat di instansi pemerintah mana pun. Sekecil apa pun pungli akan dilawan, diberantas hingga ke akar-akarnya. Operasi pemberantasan pungli (OPP) pun digelar.

Di negeri ini, pungli sudah lama berlangsung. Harian ini, lebih dari 49 tahun lalu, mengangkat berita utama tentang instruksi Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi Kabinet Ampera Letnan Jenderal Ahmad Yani yang memerintahkan kepada semua pejabat untuk mencegah adanya pungutan, baik oleh instansi atau aparat pemerintah atau badan lain, yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku (Kompas, 2/5/1967). Istilah pungli pun mulai dikenal.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara JB Sumarlin pernah memimpin tim untuk pemberantasan pungli. Presiden Soeharto saat itu menginstruksikan kepada para menteri untuk menindak pegawainya yang menyeleweng, terutama terkait pungli (Kompas, 17/7/1974). Lima pegawai kantor Bendahara Negara pun dipecat karena didapati melakukan kecurangan itu.

Meski demikian, pungli masih terus berlangsung. Pungli juga diyakini menjadikan perekonomian Indonesia menjadi berbiaya tinggi. Misalnya, biaya logistik pelabuhan di negeri ini tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai 27 persen. Sementara di negara ASEAN lain berada di bawah 15 persen. Tingginya biaya logistik diyakini karena masih adanya pungli.

Pesan Presiden sangatlah jelas. Hentikan semua pungli, terutama yang terkait dengan pelayanan masyarakat. Pegawai negeri sipil yang terlibat pungli pun dipecat. Operasi pemberantasan pungli digencarkan.

Namun, pungli tidak cukup diberantas melalui operasi tangkap tangan. Sistem administrasi negara, terutama yang terkait perizinan dan layanan masyarakat, perlu dibenahi. Selama ini pengurusan izin yang berbelit, ribet, dan butuh waktu lama membuka peluang munculnya pungli. Mentalitas aparat dan warga juga perlu dibenahi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Pesan Terang dari Presiden".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger