Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 10 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Prioritas dalam Praksis Pendidikan (Kompas)

Rencana sekolah seharian dan pencapaian target program Kartu Indonesia Pintar akhir tahun ini merupakan kebijakan yang patut diapresiasi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tak ingin berpanjang-panjang dengan wacana. Ia mendapat empat tugas dari Presiden, meliputi pendidikan vokasi, percepatan dan ketepatsasaran program KIP, pentingnya implementasi mental di wilayah pendidikan, dan penataan semua sektor, khususnya masalah anggaran. Dari dua tugas itu, Mendikbud menempatkan masalah KIP dan revolusi mental dengan salah satu langkahnya, uji coba 500 sekolah negeri menyelenggarakan sekolah seharian.

Besarnya jumlah angka putus sekolah, rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia (TKI), dan kesesuaian keterampilan dan tuntutan kerja merupakan masalah klasik dunia pendidikan kita. Ketersediaan anggaran yang memadai, Indonesia 20 persen, menunjukkan seriusnya perhatian negara menempatkan bidang pendidikan dalam skala prioritas pembangunan.

Dalam kondisi yang sudah jalan, diperlukan kebijakan dan langkah yangconnect dengan kondisi yang ada. Kebijakan yang bersifat ahistoris hanya menyisakan kebingungan publik. Cara berpikir dan cara kerja yang main babat mudah menjumpai penolakan.

Penambahan jam pelajaran diisi dengan penguatan pendidikan karakter (PPK), misalnya, bisa berjalan di sebagian kota besar, tetapi sulit di banyak kota kecil dan daerah terpencil. Itu karena tak hanya menyangkut faktor ketersediaan sarana/guru dan heterogenitas Indonesia yang berdampak pada jumlah dan mutu, tetapi juga hak asasi warga negara Indonesia.

Artinya, kebijakan get things done perlu disertai kebijakan yang lebih konseptual, sementara dalam langkah kerjanya diperlukan pendalaman kondisi riil dalam masyarakat. Lembaga pendidikan di Indonesia telanjur dibebani semua yang berurusan dengan pengembangan mutu manusia. Repotnya pemerintah merasa bisa menangani semua, termasuk masalah penegerian sekolah swasta berikut dengan berbagai kebijakan yang mempersempit ruang gerak swasta—misalnya kebijakan zero growth guru PNS di sekolah swasta—yang bisa ditafsirkan swasta sebagai "anak tiri" negeri.

Kebijakan get things done yang barangkali bisa langsung dilakukan menyangkut penataan anggaran. Dengan alokasi anggaran 2016 sebesar Rp 419,2 triliun, masyarakat menunggu langkah cepat dalam hal pemanfaatannya.

Sejarah mencatat, di tengah kritik dan kegalauan atas semakin rendahnya daya saing TKI, kita lalai mengerjakan pekerjaan rumah kesepakatan global menyangkut mutu manusia Indonesia. Kita telanjur berorientasi masa kini, padahal praksis pendidikan lebih banyak ke masa depan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Prioritas dalam Praksis Pendidikan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger