Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 14 Oktober 2016

TAJUK RENCANA: Putin Tidak Mau Digertak (Kompas)

Alih-alih meredakan, Uni Eropa malah akan memperluas sanksi ke Suriah menyusul serangan ke Aleppo sejak awal pekan, yang menewaskan ratusan orang.

Apalagi, Perancis menyerukan agar Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) menginvestigasi Rusia atas kemungkinan negara itu melakukan kejahatan perang di Suriah, menyusul serangan ke Aleppo, Selasa lalu. Di sisi lain, pesawat Rusia dan Suriah kembali menghujani Aleppo Kamis kemarin yang menewaskan lebih dari 80 orang.

Serangan ini terjadi di tengah persiapan pertemuan Menlu AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov di Swiss, Sabtu besok. Lebih dari 20 serangan udara menyasar target kaum pemberontak yang kini menguasai bagian timur Aleppo.

Menjawab keinginan Menlu Perancis Jean-Marc Ayrault, Rusia mengatakan, Perancis sengaja meniupkan histeria anti Rusia. Sebelumnya, Putin membatalkan rencana kunjungannya ke Paris karena Perancis hanya mengagendakan pembahasan soal Suriah.

Perancis dan Inggris memimpin upaya perluasan sanksi Uni Eropa terhadap Suriah. Upaya itu dilakukan menyusul veto Rusia terhadap rancangan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diusulkan Perancis dan Spanyol untuk mengakhiri pertempuran di Suriah. Uni Eropa marah atas serangan udara yang mengenai rumah sakit di Aleppo. Bahkan, Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis menyatakan, Rusia dan Suriah harus bertanggung jawab atas serangan itu.

Sejak tahun 2011, Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada Suriah, ditambah embargo minyak, pembekuan aset Bank Sentral Suriah, dan larangan berkunjung ke Eropa. Diplomat Inggris dan Perancis akan menambahkan 12 warga Rusia masuk dalam perluasan sanksi tersebut.

Pertempuran di Suriah tak akan pernah reda jika belum ada kesepakatan antara Rusia dan AS soal posisi Presiden Suriah Bashar al-Assad. Rusia mendukung Assad masuk dalam pemerintahan transisi, sementara AS menolak peran apa pun dari Assad.

Sudah berpuluh kali perundingan dilakukan oleh AS dan Rusia selama lima tahun perang saudara di Suriah ini. Namun, tidak satu kesepakatan pun dicapai karena Rusia dan AS punya kepentingan berbeda.

Lewat serangan Kamis kemarin, Presiden Putin seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak bisa digertak siapa pun dalam membela Assad. Apalagi, pada Jumat (7/10) Parlemen Rusia mulai membahas ratifikasi perjanjian dengan Suriah yang memungkinkan pasukan Rusia tinggal tanpa batas di Suriah.

Penyelesaian masalah Suriah tampaknya butuh waktu lama. Itu akan membuat kawasan Timur Tengah makin jauh dari suasana damai, mengingat di Yaman pun belum ada titik terang bagaimana menyelesaikannya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Putin Tidak Mau Digertak".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger