Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 14 Oktober 2016

Taksa dan Ilmiah//KWh Meter Terbakar (Surat Pembaca Kompas)

Taksa dan Ilmiah

Ada saran dari Edi Subroto tentang kata taksa di "Surat kepada Redaksi" Kompas (5/9). Kebetulan saya hendak menugasi mahasiswa saya di Undip untuk membuat makalah. Dari segi bahasa, selain harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar, makalah itu harus ringkas, bernas, jelas, lugas, nirmajas, nirambiguitas, obyektif, dan denotatif.

Bahasa Indonesia yang baik adalah yang ragam atau gayanya sesuai dengan forum tempat bahasa itu dipakai. Karena ajang interaksi di ruang kuliah itu forum ilmiah, makalah saya minta ditulis dalam ragam ilmiah.

Selain itu, agar ringkas dan jelas, penakrifan istilah sebaiknya mengikuti "rumus" terminus definiendum = genus proximum + differentia specificaIstana, misalnya, sebaiknya didefinisikan sebagai 'rumah tempat seorang presiden atau raja/ratu dan keluarganya tinggal'. Di sinirumah ialah genus proximum (jenis yang terdekat dengan, atau paling mendekati, pengertian istana). "Tempat seorang presiden atau raja/ratu tinggal" ialahdifferentia spesifica (pembeda yang memberi kekhususan). Terminus definiendum (istilah yang hendak ditakrifkan)-nya ialah istana.

Itu tentang bahasa Indonesia yang baik, sedangkan bahasa Indonesia yang benar ialah yang memenuhi kaidah-kaidah tata bahasa yang berlaku dan resmi.

Karena nirambiguitas dalam senarai ciri ragam keilmuan di atas sama artinya dengan "tanpa ketaksaan", maka saran Edi Subroto itu saya potong, klipingnya saya pindai, lalu saya berikan kepada para mahasiswa yang membuat makalah.

Kamis (29/9) muncul tanggapan apresiatif atas saran Edi Subroto itu dari Joko Kentjono ("Berita Jangan Bertaksa"). Joko Kentjono mengatakan: "Pendengar atau penonton tahu bahwa dikasih hati itu adalah taksa." Menurut saya, frasa "dikasih hati" dalam itu tidak taksa. Ketaksaan leksikal dari "hati" sudah terhapus oleh konteksnya (lawakan Srimulat), dan oleh ungkapan (idiom) "dikasih hati" yang sudah diakrabi masyarakat. Itu berasal dari peribahasa dalam bahasa Jawa: "Dikèki ati, ngrogoh rempela".

Taksa (kata sifat) ialah reka-ciptaan Anton M Moeliono. Saya kira itu leburan antara tak dan esa. "Tak esa" artinya "tidak satu". Misalnya, kalimat "Ada ketam di pematang sawah" adalah taksa. Ketaksakan leksikalnya disebabkan oleh kata (leksikon) ketam, yang dapat berarti 'ani-ani' (alat potong padi), atau 'kepiting/yuyu'. Konteksnya ("di pematang sawah") menguatkan peluang ani-ani atau yuyu.

L WILARDJO

Salatiga, Jawa Tengah

KWh Meter Terbakar

Selasa, 4 Oktober 2016, kotak kWh meter PLN di rumah kami (pelanggan 543100121832) terbakar. Api bisa segera dipadamkan berkat kesigapan tetangga.

Saat petugas PLN datang beberapa jam kemudian, yang dilakukan hanya mengganti bagian kabel yang terbakar dan melapis ulang kembali dengan selotip.

Kami meminta penggantian dengan kWh meter baru, tetapi petugasnya mengatakan bahwa standar perbaikan terhadap insiden tersebut hanya dengan mengganti selotip tersebut. Pada 5 Oktober 2016 kami kembali meminta penggantian kWh meter kepada layanan pelanggan PLN 123, nomor laporan 50n6cap. Kembali dinyatakan bahwa perbaikan yang telah dilakukan pada 4 Oktober telah sesuai prosedur.

Kami sangat khawatir dengan standar keamanan PLN karena insiden ini merupakan kali yang kedua pada tahun 2016. Kami membangun ulang rumah itu tahun 2009 sehingga semua kabel listrik di dalam rumah masih baru. Kami juga sudah mendatangkan ahli listrik untuk melihat instalasi di dalam rumah tidak lama setelah insiden terbakarnya kotak kWh meter yang pertama (juga pada 2016), dan dinyatakan bahwa instalasi listrik aman. Sejak tahun 2009-2015, tidak pernah ada insiden seperti ini.

Pada insiden pertama, juga hanya mengganti dan menebalkan selotip, walaupun kami telah meminta penggantian kWh meter tersebut. Kami bersedia membayar biayanya. Namun, petugas yang datang mengatakan tidak perlu dan menjamin kotak kWh tersebut sudah aman. Kenyataanya sekarang terjadi lagi insiden terbakarnya kotak tersebut.

Bagaimana jika rumah kami dan tetangga ikut terbakar? Apakah PLN mau mengganti semua kerugian?

APRIANTON SIMATUPANG

Kemanggisan, Jakarta 11480

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger