Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 10 Oktober 2016

Tanggapan Kemendagri//

Tanggapan Kemendagri

Sehubungan dengan beberapa surat pembaca yang dimuat di harian Kompas (Minggu, 25/9), bersama ini kami ucapkan terima kasih dan tanggapan berikut.

Untuk Saudara Anto (PUP Babelan, Bekasi) terkait ada pungutan dalam pengurusan dokumen kependudukan, seperti kartu keluarga (KK) dan KTP elektronik, sesuai Pasal 79A UU No 24/2013, pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya.

Jika ada pejabat atau petugas di desa, kelurahan, kecamatan, atau kantor dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten kota yang memungut biaya, sesuai Pasal 95B UU No 24/2013, akan dipidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda maksimal Rp 75.000.000. Maka, apabila Saudara Anto masih dikenai biaya, kami sarankan melapor kepada pihak yang berwajib.

Atas keluhan Saudara Peter Alimin (Dharmahusada Mas, Surabaya), setelah berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil Kota Surabaya, diketahui rekaman biometrik Saudara Peter Alimin masih memerlukan verifikasi sidik jari dan iris mata. Untuk itu, kami sarankan Saudara datang ke Dinas Dukcapil Kota Surabaya, Senin-Sabtu pukul 09.00-20.00. Jika data perekaman Saudara Peter Alimin dinyatakan tidak bermasalah, KTP elektronik segera dicetak.

Terkait laporan Saudara Jonathan Adrian (JI P Sangihe Raya, Aren Jaya. Bekasi Timur), kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami. Saat itu memang terjadi penumpukan antrean pemobon KTP elektronik karena banyaknya warga yang datang untuk perekaman data, sebagaimana terjadi di daerah lainnya.

Untuk itu, telah terbit Surat Edaran Mendagri Nomor 471.13/9686/Dukcapil tanggal 14 September 2016. Isinya menginstruksikan kepada para kepala dinas dukcapil di seluruh Indonesia untuk menyusun sistem antrean per RT/RW atau per desa/kelurahan sehingga menghindari penumpukan antrean. Selain itu, secara sistem dapat diketahui jumlah penduduk yang telah merekam data per wilayah.

Selanjutnya, untuk masukan dari Saudara Puji H Selo Alam (Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan), dapat kami sampaikan bahwa penerbitan KTP elektronik tak memerlukan surat pengantar RT/RW, kelurahan, dan kecamatan. Cukup menunjukkan fotokopi KK, KTP elektronik bisa diterbitkan bagi penduduk yang sudah melakukan perekaman, tetapi fisik KTP elektronik belum diterbitkan, KTP elektronik hilang atau rusak, sepanjang tidak ada perubahan elemen data kependudukan yang bersangkutan.

Hal itu dimungkinkan karena databasekependudukan nasional sudah tertata dan NIK semua penduduk sudah tercatat akurat. Dengan demikian, pengurusan KTP elektronik menjadi lebih mudah. Cukup dengan memasukkan NIK, KTP elektronik penduduk tersebut dapat langsung diterbitkan.

Karena itu, tak perlu khawatir akan ada kemungkinan penyalahgunaan. Kalaupun ada oknum yang berupaya memalsu identitas atau merekam lebih dari satu kali, sistem database yang dikembangkan dengan berbasis biometrik (sidik jari dan iris mata) akan langsung mengidentifikasi oknum itu sehingga KTP elektronik palsu tak dapat diterbitkan.

Selanjutnya, untuk penerbitan KTP elektronik bagi penduduk yang pindah dari daerah asal ke daerah tujuan, tetap diperlukan surat pengantar RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan, serta SKP-WNI sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Demikian penjelasan dari kami. Mohon kiranya Redaksi Kompas memuat penjelasan ini sekaligus menyosialisasikan tata laksana KTP elektronik kepada masyarakat. Atas kerja sama yang baik, kami ucapkan terima kasih.

I GEDE SURATHA, SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL, KEMENDAGRI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger