Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 Oktober 2016

Tantangan APHI Baru (ADNAN PANDU PRAJA)

Bencana kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun tidak akan bisa teratasi tanpa peran serta Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.

Kita tahu, bursa calon ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang akan dipilih dalam waktu dekat diwarnai figur yang dianggap bisa mewakili kelompok usaha yang mendominasi usaha kayu dan kebun. Tentu saja sangat lumrah menurut ukuran demokrasi saat ini.

Karena itu, akan tidak mudah mengharapkan partisipasi asosiasi dalam memerangi kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun dengan alasan berikut. Pertama, "Chinese Wall", adalah tembok besar yang sengaja membentengi untuk menutupi perilaku negatif pelaku usaha kebun. Apalagi tidak ada tradisi penyingkap aib (whistleblower) untuk memihak pada kepentingan yang lebih besar.

Kedua, pertimbangan efisiensi yang menggiurkan dibandingkan mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk membersihkan lahan. Apalagi limbah hasil pembakaran lahan sangat bagus untuk pupuk yang akan membuat tanah garapan jadi lebih subur.

Ketiga, belum ada efek jera yang membuat mereka takut membakar hutan. Keempat, tak ada insentif dari negara terhadap upaya mencegah terjadinya kebakaran hutan

Namun, para pelaku usaha kehutanan hendaknya jangan terlena sebab akan dipaksa berubah karena alasan berikut. Pertama, ISO 37001. Pada akhir tahun ini, di seluruh dunia akan berlaku ISO 37001, sistem manajemen anti korupsi (Kompas, 31/3).

Negara-negara peserta ISO 37001 yang selama ini telah mengimpor produk hutan dari Indonesia, seperti kayu, kertas, dan minyak sawit, pasti akan menambah syarat ISO 37001. Tentu di samping syarat lain selama ini telah diterapkan seperti Forest Stewardship Council (FSC) untuk konsumsi Australia, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk konsumsi Uni Eropa.

Untuk mengantisipasi berlakunya ISO 37001 di Indonesia, saat ini Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) giat mendorong terciptanya instrumen pendukung yang diperlukan. Sebutlah seperti lembaga mana yang berwenang melakukan audit dan sertifikasi, serta sejumlah tahapan yang harus dilalui pelaku usaha agar memperoleh ISO 37001 tersebut. Persiapan matang sangat diperlukan untuk mencegah stagnasi transaksi ekspor yang akan merugikan pelaku usaha dan mengganggu perekonomian nasional.

Kedua, right to audit. Kesediaan untuk diaudit otoritas di AS telah lazim di kalangan pelaku usaha mancanegara yang berdagang di AS atau terdaftar di pasar modal AS terhadap tata kelola keuangan mereka dalam bertransaksi bisnis di seluruh dunia. Audit investigasi oleh otoritas di AS dilakukan manakala ditemukan kejanggalan transaksi suap ke pejabat pemerintah di negara mana pun. Temuan diperoleh dari laporan kepatuhan pelaku usaha berdasarkan Foreign Corrupt Practice Act.

Harus berubah

Hasil audit investigasi forensik terhadap pembukuan perusahaan, berupa bukti suap kepada pejabat negara, dapat menyeret pelaku ke meja hijau. Perusahaan yang menyuap akan dihukum denda dua kali keuntungan yang diperolehnya. Biasanya diikuti dengan mengganti manajemen seperti yang dialami Siemens pada tahun 2008.

Contoh kasus yang terjadi di Indonesia adalah Proyek Listrik Tenaga Uap Tarahan yang melibatkan Alstom, perusahaan Perancis, dan pengadaan komponen bahan bakar di Pertamina yang melibatkan Innospec, perusahaan Inggris. Kedua kasus itu telah ditangani KPK bekerja sama dengan otoritas negara lain. Potensi kasus korupsi yang saat ini sedang di investigasi oleh otoritas di AS adalah Newmont.

Di Indonesia pola right to audit telah diterapkan di lingkungan industri minyak dan gas yang diatur SKK Migas dalam Pedoman Tata Kerja 007/2015. Selangkah lagi pola right to audit akan diterapkan di industri kehutanan, sejalan dengan telah dibentuknya ditjen penegak hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Hal yang membedakan pola right to auditdalam menangani kasus kebakaran hutan nantinya adalah audit forensik terhadap keuangan perusahaan seperti yang selama ini dilakukan KPK. Singkatnya, akan diaudit alokasi dana dalam rangka mematuhi agar tak terjadi kebakaran, atau aliran dana yang menyebabkan terjadinya kebakaran.

Akibat dari alasan itu akan terjadi kegaduhan yang luar biasa di lingkungan anggota APHI. Tak ada pilihan lain bagi APHI selain melakukan transformasi paradigma dari yang semula membela habis-habisan kepentingan anggota vis a vis negara (baca: kepentingan umum), untuk selanjutnya berubah menjembatani sejumlah perbedaan di antara anggota vis a vis negara. Caranya dengan menempatkan asosiasi seperti perusahaan publik yang memosisikan dewan pengawas bukan underbowdireksi.

Peran sangat strategis yang diharapkan dari dewan pengawas sebagai gardamoral hazard menggantikan "Chinese Wall" yang selama ini menjadi perisai. Mereka akan lebih paham dalam menangani pengaduan terhadap pelanggaran kode etik di lingkungan usaha kehutanan mengingat mereka berasal dari habitat yang sama. Semakin tinggi nilai etika yang ditegakkan diyakini akan semakin mendongkrak citra industri kehutanan dan akan meningkatkan kepercayaan mitra usaha di luar negeri.

Di samping itu, dewan pengawas diharapkan menjalankan fungsiintermediery, menjembatani perbedaan kepentingan dengan pemerintah dan komunitas bisnis lain, agar dapat diselesaikan secara proporsional tanpa melibatkan aparat dan intervensi politik.

Beberapa syarat agar dewan pengawas dapat menjadi penyeimbang yang ideal adalah, pertama, figur anggota dewan pengawas harus selesai dengan diri pribadinya dan tidak butuh popularitas lagi mengalahkan kepentingan asosiasi. Kedua, figur anggota dewan pengawas harus dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan, terutama oleh pihak yang berseberangan. Ketiga, pengurus APHI harus legawa berbeda pendapat dengan dewan pengawas.

Setelah sekian lama menikmati kesuburan tanah Nusantara sejak era Bob Hasan, sudah saatnya APHI mereformasi diri agar tidak menjadi beban sejarah.

ADNAN PANDU PRAJA

Komisioner KNKG, Mantan Komisioner KPK dan Kompolnas

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Tantangan APHI Baru".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger