Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 11 Oktober 2016

WCF di Pusaran Forum Budaya Dunia (RESTU GUNAWAN)

Forum Budaya Dunia (WCF) kedua dilaksanakan mulai 11 Oktober 2016 hingga 13 Oktober 2016 di Bali. Forum ini kelanjutan dari WCF pertama yang dilaksanakan pada tahun 2013.

Indonesia telah menggagas forum ini sejak lama. Harapannya, WCF akan jadi ajang pertemuan tingkat tinggi untuk membahas isu-isu di bidang kebudayaan, sekaligus ajang untuk meletakkan platform pembangunan manusia dengan mengarusutamakan peran kebudayaan.

WCF tahun ini mengusung tema "Culture for an Inclusive Sustainable Planet". Dari tema yang diangkat, jelas forum ini tidak hanya ajang diskusi, tetapi juga bagaimana kebudayaan berperan sebagai pendorong dalam penyelamatan bumi dari kerusakan lingkungan, industrialisasi, dan teknologi.

Untuk itu, ada enam tema simposium yang mengangkat sejumlah isu: mulai dari masalah pembangunan lingkungan, keberagaman, hingga kebudayaan dalam era digital. Selain itu, ada pertemuan lembaga swadaya masyarakat, karnaval budaya, pertemuan tingkat menteri, dan forum pemuda dunia.

WCF digagas selevel dengan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, atau International Environment Forum (IEF) di Rio de Janeiro, Brasil. Sebagai forum pertemuan budaya dunia, WCF bukanlah satu-satunya. Minimal ada tiga forum budaya yang mengatasnamakan dunia.

Pertama, Festival Budaya Dunia yang digagas India. Dengan kekuatan budaya India yang didukung keberadaan film-film India dan seni pertunjukan yang sudah berkembang sejak lama, India ingin mengatakan bahwa India-lah pusat forum dunia. Selain itu, tentu kekuatan demokrasi yang berkembang cukup lama, menjadi modalitas utama India.

Kedua, World Cultural Forum yang digagas oleh Tiongkok. Forum ini berdiri sejak 12 Maret 2008 dan telah melaksanakan World Cultural Forum pada 2011, 2013, dan 2014. Tiongkok ingin memberi pesan kepada dunia bahwa Tiongkok telah tumbuh sebagai negara adidaya ekonomi baru. Tiongkok juga ingin mengatakan bahwa budayanya yang telah berkembang sejak ribuan tahun, dengan tinggalan budaya yang sangat spektakuler dan beragam, sangat pantas sebagai pusat forum budaya dunia.

Selanjutnya, Jepang yang menggagas World Forum on Sport and Culture. Dalam forum ini, Jepang tak hanya menggagas adanya forum budaya dunia, juga sebagai ajang pertemuan yang membahas olahraga sebagai bagian dari kebudayaan. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi dan kemajuan teknologi, Jepang ingin mengatakan bahwa dialah yang pantas sebagai pusat budaya dunia pula, dengan memadukan antara budaya lama dan budaya baru dengan teknologi sebagai penopangnya.

Platform pembangunan kebudayaan dunia

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, jika dikaitkan dengan forum-forum itu, di manakah letak WCF? Dengan mempertimbangkan sejumlah kekuatan negara-negara tersebut, Indonesia masih mungkin jadi pusat forum budaya dunia meskipun tentu bukan satu-satunya.

Hal ini karena kondisi geografis dan budaya Indonesia sangat mendukung. Indonesia terletak di antara pertemuan budaya besar dunia, yaitu Arab, Tiongkok, dan India dan juga budaya Timur dan Barat. Pertemuan antarras juga terjadi di Kepulauan Indonesia, yaitu Melanesia, Austronesia, Polinesia, dan ras-ras yang lain.

Pertemuan budaya yang telah berlangsung ribuan tahun ini telah menghasilkan budaya yang khas Indonesia. Ribuan mata budaya Indonesia yang sangat beragam ada di deretan kepulauan ini. Bahkan, yang paling khas adanya "Islam Nusantara", yang menjunjung tinggi harmoni dan meletakkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Jadi, kekuatan Indonesia adalah keberagaman (diversity) budaya itu sendiri. Kepulauan Indonesia diibaratkan sebagai rendezvous budaya-budaya dunia. Selain itu, kini Indonesia telah tumbuh jadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Kekuatan inilah yang akan terus disuarakan Indonesia sebagai modal menjadi pusat forum budaya dunia. Dibandingkan India yang sangat homogen karena pengaruh Hindu, Tiongkok punya kekurangan sebagai negara yang tidak begitu demokratis, dan Jepang di mana kekuatannya bukan di bidang budaya tetapi ekonomi, maka Indonesia merangkum seluruh kekurangan itu.

Dari 17 Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), kebudayaan memang tak disebut secara khusus. Namun, sejatinya justru kebudayaan jadi payung di setiap target SDGs. Sebagai contoh, untuk meningkatkan pendidikan dan mengurangi kemiskinan, kebudayaan akan jadi pendorong kemajuannya.

Merujuk Keith Nurse yang menyatakan bahwa "kebudayaan adalah pilar keempat pembangunan berkelanjutan", maka kebudayaan diharapkan menjadi pengarusutamaan dalam pembangunan dunia. Untuk itu, WCF diharapkan menelurkan gagasan dan agenda yang jelas dan terukur yang menjadi platform pembangunan ke depan. Jika tahun 2013 WCF menghasilkan "Bali Promise", sudah saatnya WCF kali ini menghasilkan agenda pembangunan dunia yang lebih terukur dan implementatif sebagai agenda bersama bangsa- bangsa di dunia.

Banyak forum yang digagas berskala dunia sering hanya menjadi "forum diskusi tahunan" dan tidak berhasil menjadi "forum solusi masalah dunia". Bahkan, ada beberapa forum yang digagas Indonesia yang dulunya sebagai pertemuan tingkat kepala negara kini hilang dan hanya menjadi catatan sejarah belaka.

Untuk itu, merespons seruan Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa seminar dan konferensi jangan hanya menghasilkan rumusan dan prosiding, dan tidak menghasilkan rencana aksi yang nyata, maka tugas kita bersama untuk menjawab tantangan tersebut.

RESTU GUNAWAN

SEKRETARIS UMUM MASYARAKAT SEJARAWAN INDONESIA; KASUBDIT DIPLOMASI BUDAYA LUAR NEGERI, DITJEN KEBUDAYAAN, KEMDIKBUD

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "WCF di Pusaran Forum Budaya Dunia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger