Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 09 Desember 2016

Mengapa Korupsi Jalan Terus//Kolom Bahasa (Surat Pembaca Kompas)

Mengapa Korupsi Jalan Terus

Memprihatinkan. Di tengah gencarnya pernyataan para pejabat, termasuk Presiden Joko Widodo, tentang pemberantasan berbagai korupsi, kasus korupsi tertangkap tangan tetap banyak dijumpai.

Domenec Mele, profesor etik bisnis di Sekolah Bisnis IESE, Spanyol, menganalisis perilaku ini dan kemudian mengelompokkannya sebagai berikut.

Kelompok personal. Dalam kelompok ini keserakahan, tiadanya kepekaan etika, tiadanya rasa tanggung jawab bagi pekerja layanan publik, dan ketidakpedulian atau masa bodoh terhadap perilaku koruptif apalagi mengutuknya.

Kelompok berikutnya adalah kelompok kultural, di mana budaya dalam masyarakatnya adalah permisif dan memaafkan korupsi. Tidak ada kebiasaan transparansi.

Ada juga kelompok institusional. Dalam kelompok ini ada banyak peraturan, tetapi tidak berdampak guna. Proses hukum lambat menangani korupsi.

Kelompok terakhir adalah organisasional, di mana tidak ada pertimbangan moral dalam promosi organisasi, dengan mengabaikan atau menafikan perbuatan koruptif dalam jenjang karier seseorang.

Menarik bahwa seluruh pengelompokan yang dikemukakan Mele dapat kita rasakan dan amati pada semua kasus korupsi di Indonesia. Tengoklah bagaimana seorang mantan narapidana masih dielu-elukan dan mempunyai posisi menentukan di dalam organisasi politik. Bagaimana gaji tinggi tidak menghalangi perbuatan koruptif. Bagaimana asas pembuktian terbaik selalu dihalangi. Bagaimana istilah "posisi basah" dan "posisi kering" dianggap hal biasa.

Integritas pribadi seseorang dan etika seolah-olah hilang dari kosakata kita.

Marianna Fotaki et al (2015) mencoba mencari fakta apakah agama dapat memberikan kekuatan di dalam memerangi korupsi. Betul ada hubungan erat antara agama dan etika, yaitu hal yang menyangkut tata nilai bagi seseorang untuk menjalani kehidupan yang benar dan baik. Hal ini didapat di dalam ajaran agama mana pun (Parboteeah, 2008). Kenyataannya, ada 84 persen penduduk dunia yang menyatakan diri sebagai umat religius, tetapi etika perilaku kesehariannya cenderung mengabaikan ajaran pokok agama. Hal ini pun dapat kita rasakan dan amati dalam berbagai peristiwa korupsi di Indonesia.

Semoga para pakar dapat membuat konsep untuk menciptakan masyarakat yang jujur dan bertanggung jawab.

HADISUDJONO SASTROSATOMO

Perumahan Billy and Moon, Pondok Kelapa, Jakarta Timur

Kolom Bahasa

Sehubungan dengan semakin gencarnya perusakan bahasa Indonesia oleh penutur bahasa Indonesia yang umumnya justru dilakukan orang-orang sekolahan, perkenankan saya mengajukan usul berikut.

Berbagi ruang puisi di harian Kompasedisi Sabtu dengan kolom pembinaan bahasa Indonesia. Di kolom itu bisa diulas koreksi terhadap kalimat/kata yang diucapkan pesohor, sekaligus menunjukkan bagaimana tata bahasa Indonesia dan penggunaannya dalam kalimat yang baik dan benar.

Kolom juga bisa diisi dengan daftar kata (glosarium), istilah asing, ilmiah, dan sebagainya yang banyak ditulis di media cetak, misalnya sintaksepistomoligi, dansirkular.

Para guru bahasa Indonesia di SD, SMP, dan SMA bisa mengirim karangan bertema. Karangan itu setiap enam bulan atau setahun dinilai dan yang terbaik mendapat penghargaan.

Mengenai hadiah sastra (cerita pendek), mungkin ada baiknya jika penulis kondang yang telah dua/tiga kali menjadi juara tidak diikutkan lagi karyanya dalam penilaian untuk penghargaan. Tentu saja, ini bertujuan memberikan kesempatan kepada mereka yang sudah mempunyai potensi untuk menjadi "juara".

Sayang bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia terbit dalam empat jilid besar-besar dengan harga yang jauh tinggi di awan. Tentu hal ini tidak membantu pembinaan bahasa Indonesia dan malah menjadi elitis. Barangkali, baik juga disusun satu kamus besar macam La Rousse atau Webster dan versi yang lebih kecil ala kamus Poerwadarminta, dengan harga terjangkau.

SOEGIO SOSROSOEMARTO

Jalan Kepodang, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan

Catatan Redaksi:

Kami berterima kasih atas masukan yang diberikan. Masukan akan kami pertimbangkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger