Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 07 Desember 2016

Realisasi Implementasi Penurunan Harga Gas (PRI AGUNG RAKHMANTO)

Penurunan harga gas domestik untuk industri nasional merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III yang telah diluncurkan sejak Oktober 2015, dengan fokus utama untuk meningkatkan daya saing industri nasional.

Sejak digulirkan, tercatat tak kurang sudah empat peraturan diterbitkan untuk mengimplementasikan kebijakan penurunan harga gas itu. Yakni: (1) Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 37 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, (2) Peraturan Presiden (Perpres) No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, (3) Permen ESDM No 06 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, dan (4) Permen ESDM No 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga dan Pengguna Gas Bumi Tertentu.

Pada Oktober 2016, Presiden Jokowi juga telah menginstruksikan kembali agar pada akhir 2016 harga gas domestik untuk industri dapat diturunkan hingga kisaran 5-6 dollar AS/MMBTU atau lebih rendah.

Hingga tulisan ini dibuat, penurunan harga sebagaimana diinstruksikan Presiden belum terealisasi. Ada beberapa penyebab mengapa implementasi kebijakan penurunan harga gas untuk industri tak dapat secara serta-merta direalisasikan meskipun beberapa peraturan yang mengaturnya telah diterbitkan.

Pertama, karena penurunan harga gas bumi baru dapat diterapkan setelah dilakukan penyesuaian harga gas yang sudah berlaku di industri, baik harga gas bumi yang dibeli secara langsung melalui kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) maupun dibeli melalui badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi. Dalam hal ini, parameter yang menjadi kunci utama adalah parameter keekonomian yang harus disepakati bersama, baik oleh penjual maupun pembeli. Adalah tidak sederhana untuk mencapai kesepakatan harga baru berdasarkan parameter keekonomian yang sesuai kepentingan dari sisi penjual dan pembeli pada saat yang bersamaan di tengah kondisi perekonomian yang bergerak sangat dinamis seperti saat ini.

Kedua, karena langkah operasional untuk menerapkan kebijakan penurunan harga juga memerlukan prosedur birokrasi dan tata cara tertentu yang bukan hanya tidak sederhana, melainkan juga butuh waktu yang tidak sebentar. Berdasarkan peraturan terakhir Kementerian ESDM, yaitu Permen ESDM No 16/2016, terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tentang prosedur untuk menerapkan kebijakan penurunan harga gas yang cukup birokratis.

Verifikasi dan penetapan harga

Dalam Pasal 4 Permen ESDM No 16/2016 disebutkan bahwa untuk mendapatkan harga gas bumi tertentu, pengguna gas bumi tertentu mengajukan permohonan penetapan harga gas bumi tertentu kepada menteri melalui dirjen. Yang dimaksud harga gas bumi tertentu dan pengguna gas bumi tertentu dalam hal ini adalah harga gas bumi untuk tujuh sektor industri pengguna gas tertentu yang menjadi target kebijakan penurunan harga gas tersebut.

Ketujuh industri adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Menteri dan dirjen yang dimaksud adalah menteri ESDM dan dirjen migas. Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 4 Permen ESDM No 16 Tahun 2016 harus ada permohonan yang diajukan terlebih dulu dari industri pengguna gas untuk mendapatkan penetapan harga gas tertentu.

Selanjutnya, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa dirjen melakukan verifikasi terhadap permohonan penetapan harga gas bumi tersebut. Verifikasi dilakukan terhadap harga beli gas di titik serah KKKS, jenis industri, dan sisa besaran penerimaan negara. Di dalam pelaksanaan verifikasi tersebut, dirjen membentukTim Penilai Permohonan Penetapan Harga Gas Bumi Tertentu.

Tim inilah yang akan melakukan verifikasi terhadap permohonan penetapan harga gas yang diajukan pengguna gas dengan memperhatikan perhitungan penerimaan negara yang dikeluarkan kepala SKK Migas.

Berdasarkan hasil verifikasi inilah, dirjen Migas atas nama menteri ESDM menerima atau menolak permohonan penetapan harga gas yang diajukan. Perlu digarisbawahi, berkaitan dengan perhitungan penerimaan negara (harga gas di hulu), dalam peraturan ini, yaitu pada Pasal 9 Ayat 2 diatur bahwa perhitungan penerimaan negara dilakukan dengan penetapan harga gas bumi paling rendah 6 dollar AS/MMBTU dengan pengurangan tak lebih dari 2 dollar AS/MMBTU.

Dengan kata lain, ketentuan ini belum sejalan dengan keinginan ataupun instruksi Presiden Jokowi yang menginginkan harga gas di pengguna akhir (industri/hilir) di kisaran 5-6 dollar AS/MMBTU atau lebih rendah.

Ketiga, di samping prosedur dan birokrasi pelaksanaan di tingkat operasionalnya yang tak sederhana, di tingkatan yang lebih tinggi kebijakan ini juga melibatkan dan memerlukan koordinasi lintas sektoral/kementerian lembaga pemerintah dan para pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

Setidaknya ada lima kementerian/lembaga pemerintah dan empat pemangku kepentingan lain dari kalangan pelaku bisnis yang berkepentingan dan akan terlibat langsung dalam penerapan kebijakan ini: (1) Kementerian ESDM cq sekjen, (2) Ditjen Migas Kementerian ESDM, (3) SKK Migas, (4) Kementerian Perindustrian, (5) Kementerian Keuangan, (6) KKKS, (7) industri penyedia transmisi dan distribusi gas, (8) pemegang izin niaga gas, (9) industri akhir pengguna gas.

Jadi, realisasi dari implementasi kebijakan penurunan harga tampaknya masih memerlukan waktu lagi. Kementerian ESDM masih perlu kembali merevisi ataupun memperbarui peraturan yang ada. Para pihak yang terlibat dan berkepentingan pun masih perlu waktu lagi untuk mencapai kesepakatan yang dapat mempertemukan dan menjembatani kepentingan semua pihak.

PRI AGUNG RAKHMANTO

Dosen di FTKE Universitas Trisakti; Pendiri ReforMiner Institute

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Realisasi Implementasi Penurunan Harga Gas".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger