Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 08 Desember 2016

Sesar Aktif Pemicu Gempa (DARYONO)

Hari Rabu, 7 Desember 2016, wilayah Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, diguncang gempa bumi tektonik. Hasil analisis pendahuluan yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada lima menit pertama menunjukkan bahwa gempa bumi terjadi pukul 05.03.36 WIB dengan kekuatan 6,4 M (moment magnitude).

Setelah dilakukan pemutakhiran (update) berdasarkan catatan data seismik dan analisis final diperoleh parameter gempa bumi dengan kekuatan 6,5 M. Episenter terletak pada 5,25 Lintang Utara dan 96,24 Bujur Timur, tepatnya di darat pada jarak 106 kilometer arah tenggara Kota Banda Aceh pada kedalaman 15 kilometer.

Hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) BMKG menunjukkan, dampak gempa bumi berupa guncangan kuat terjadi di daerah Sigli, Busugan, Meukobrawang, Pangwabaroh, Meukopuue, Tanjong, Meukorumpuet, Panteraja, Angkieng, dan Pohroh pada skala intensitas III-IV SIG-BMKG (VI-VIII MMI).

Berdasarkan data intensitas ini tampak bahwa seluruh wilayah tersebut berpotensi mengalami dampak gempa bumi berupa kerusakan. Ini sesuai laporan dari zona gempa bumi bahwa dampak gempa bumi ini menimbulkan kerusakan bangunan rumah, gedung sekolah, tempat ibadah, dan jembatan di beberapa tempat.

Secara tektonik, wilayah Aceh merupakan kawasan seismik aktif dan cukup kompleks. Wilayah Aceh memang rawan gempa bumi. Wilayah ini sangat berpotensi diguncang gempa bumi akibat aktivitas subduksi lempeng yang bersumber di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault Zone) yang terdapat di daratan.

Sebaran struktur sesar aktif di daratan berupa segmen sesar aktif mencakup segmen Aceh, Seulimeum, dan Tripa. Selain itu terdapat struktur sesar yang lokal lain, seperti Sesar Lhokseumawe dan Sesar Samalanga-Sipopok. Dengan demikian, tak heran jika dalam periode 1936-2016 di Aceh terjadi gempa bumi signifikan dan merusak sebanyak 22 kali.

Kecil potensi gempa susulan

Jika ditinjau dari kedalaman hiposenternya, gempa bumi Pidie Jaya ini merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar mendatar (strike-slip fault). Ini sesuai dengan hasil analisis mekanisme sumber keluaran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan bahwa gempa bumi yang terjadi memiliki tipe sesar mendatar.

Dengan melihat lokasi episenter gempa bumi ini, ada dugaan bahwa sesar yang menjadi pembangkit gempa bumi ini adalah Sesar Samalanga-Sipopok karena titik episenter hasil analisis BMKG lokasinya berdekatan dengan jalur sesar ini.

Catatan sejarah gempa bumi menunjukkan bahwa pada 12 April 1967 di Samalanga juga terjadi gempa bumi kuat 6,1 M. Dampak gempa bumi ini sangat merusak. Tercatat gempa bumi ini merusak sekitar 2.000 rumah penduduk, 11 bangunan sekolah, 5 masjid, dan 5 jembatan. Korban luka cukup banyak, tetapi tidak ada laporan korban meninggal.

Jika melihat lokasi episenter gempa bumi Pidie Jaya saat ini dan gempa bumi Samalanga 1967, tampak ada kaitannya dengan keberadaan Sesar Samalanga-Sipopok. Namun, untuk memastikan hubungan ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengingat sebaran aktivitas gempa bumi saat ini susulannya menunjukkan arah barat laut-tenggara.

Data survei rekahan permukaan (surface rupture) sangat dibutuhkan untuk menjawab tanda tanya besar sesar pembangkit gempa bumi ini. Untuk itu, BMKG, Tim Revisi Peta Gempa Nasional, Badan Geologi, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) memberangkatkan tim survei ke zona gempa bumi Pidie Jaya.

Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh warga, mengapa gempa bumi dengan kekuatan 6,5 M dapat berdampak kerusakan sedemikian parah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa zona gempa bumi Pidie Jaya, khususnya yang di kawasan pesisir, lahannya tersusun oleh material tanah lunak berupa material pasir dan aluvium.

Karakteristik tanah lunak yang tebal semacam ini dapat menimbulkan resonansi gelombang seismik hingga memicu amplifikasi guncangan gempa bumi. Belum lagi kondisi bangunan yang ada banyak yang tidak memiliki standar aman gempa bumi, maka dengan mudah terjadi kerusakan saat diguncang gempa bumi kuat.

Dalam hal ini, tingkat kerusakan akibat gempa bumi tidak hanya disebabkan oleh kekuatan/magnitudo gempa dan jaraknya dari pusat gempa bumi, tetapi kondisi tanah setempat dan kualitas bangunan sangat menentukan tingkat kerusakan.

Hasil monitoring BMKG hingga pukul 14.00 menunjukkan sudah terjadi gempa bumi susulan sebanyak 15 kali. Gempa bumi susulan yang sempat dirasakan oleh warga terjadi pada pukul 05.18.10 WIB dengan kekuatan 4,9 M dan pada pukul 05.40.48 WIB dengan kekuatan 4,8 M. Dua gempa bumi susulan dirasakan ini makin membuat panik seluruh warga yang sedang dilanda gempa bumi.

Selanjutnya gempa bumi susulan terus terjadi dengan kekuatan yang semakin mengecil hingga 3,5 M. Berdasarkan kecenderungan magnitudo gempa bumi susulan yang terus mengecil ini tampak bahwa kondisi tektonik di zona gempa bumi menunjukkan kondisi yang semakin stabil. Dengan demikian, sangat kecil peluang akan terjadi gempa bumi susulan yang lebih besar dari gempa bumi utama (main shock).

Untuk itu, warga masyarakat Pidie Jaya diimbau agar tetap tenang, selanjutnya mengikuti arahan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan tidak terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Pembelajaran

Ada beberapa pembelajaran yang dapat diambil dari kasus gempa bumi Pidie Jaya ini. Pertama, di wilayah Indonesia ternyata masih banyak sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan dengan baik. Identifikasi sesar aktif dan pemetaannya sangat penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan pembangunan infrastruktur wilayah yang aman dari gempa bumi.

Kedua, perlu adanya sosialisasi yang berkelanjutan akan pentingnya bangunan aman gempa bumi. Hal ini penting karena banyaknya korban luka dan meninggal sebenarnya bukan disebabkan oleh kejadian gempa bumi, melainkan korban jatuh akibat bangunan yang roboh dan menimpa penghuninya. Jika tidak memungkinkan membangun bangunan tahan gempa bumi karena biayanya yang mahal, ada pilihan lain untuk membangun rumah dengan bahan dari kayu dan bambu yang didesain menarik.

Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan dan kualitas tembok yang lemah justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban saat terjadi gempa bumi.

DARYONO

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Sesar Aktif Pemicu Gempa".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger