Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 08 Desember 2016

TAJUK RENCANA: Gempa dan Mutu Bangunan (Kompas)

Gempa kembali mengguncang kawasan Aceh, Rabu (7/12) pukul 05.03, tepatnya di 18 kilometer timur laut Kabupaten Pidie Jaya.

Dengan keprihatinan mending, kita menyaksikan rumah dan gedung roboh. Meski tak terlalu besar, 6,5 M (moment magnitude), dampak gempa kuat karena dangkal —di kedalaman 10 kilometer—dan berlangsung di darat.

Hingga Rabu pukul 20.00, Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan, tim SAR telah menemukan 97 korban tewas, 411 luka berat dan 125 luka ringan. Sejumlah ruko roboh, demikian juga rumah tinggal, rumah ibadah, tiang listrik, jalan, dan sekolah. Di Kabupaten Bireuen, 2 rumah dan 1 rumah ibadah roboh.

Kondisi itu serupa dengan gempa tahun 2006 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat gempa di darat, ditambah jenis tanah Yogyakarta yang dilapisi endapan aluvial, sehingga menguatkan daya guncangan. Sejumlah bangunan ambruk, termasuk bangsal keraton dan Candi Prambanan.

Besar kecilnya dampak gempa tak hanya ditentukan oleh magnitude, lokasi, tetapi juga kedalaman gempa. Beberapa faktor lain berperan, seperti kondisi tanah, topografi, dan kualitas bangunan. Banyak gedung dan rumah di Indonesia dibangun dengan material dan konstruksi tak sesuai standar. Selain alam, manusia berperan besar.

Beberapa peristiwa gempa sepanjang tahun 2016 memperkuat premis di atas. Salah satunya gempa 5,1 M di Halmahera Barat, Maluku Utara. Lebih dari 117 bangunan rusak: sebagian besar rumah penduduk, sisanya sekolah, tempat ibadah, dan puskesmas (Kompas,25/2/2016).

Padahal, bangunan tahan gempa diatur dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia, dan sejumlah surat keputusan dari menteri terkait.

Menanggapi gempa di Pidie Jaya, kita bersyukur masyarakat segera bergerak menolong korban. Inilah saatnya sebagai bangsa kita menunjukkan solidaritas setelah sekian lama tersandera peristiwa politik yang menguras energi. Namun, kita tidak boleh berhenti di sini. Sarana hidup paling dasar juga harus dipulihkan.

Setelah itu semua, perlu tindak lanjut berupa sosialisasi peraturan, pengawasan, dan menindak tegas pelanggar. Kita bisa mencontoh Taiwan, menghukum pengembang yang apartemennya hancur saat gempa 6 Februari 2016.

Menurut standar, bangunan seharusnya tahan gempa hingga 8 M. Sejalan dengan evaluasi bangunan publik, pemerintah juga perlu memeriksa mutu bangunan masyarakat dan menanggung bersama upaya perbaikan.

Jika tidak segera dikerjakan, semua akan menjadi bom waktu karena Indonesia adalah kawasan rawan gempa.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Gempa dan Mutu Bangunan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger