Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 09 Desember 2016

TAJUK RENCANA: Kebersamaan untuk Aceh (Kompas)

Gempa berkekuatan M 6,5 di Pidie Jaya, Aceh, menyentakkan kesadaran dan solidaritas kita sebagai bangsa. Kepedihan rakyat Aceh adalah kepedihan kita.

Melalui laporan media, dan tayangan televisi, kita menyaksikan bagaimana petugas penolong, petugas SAR, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat turun langsung membantu korban dan keluarga korban gempa. Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri turun langsung pada hari kedua setelah gempa.

Hingga Kamis kemarin, menurut Kepala BNPB Willem Rampangilei, 99 orang meninggal serta sejumlah orang luka berat dan ringan. Beberapa rumah tinggal dan tempat ibadah hancur berantakan. Solidaritas untuk Aceh juga digemakan melalui media sosial. Inilah pemanfaatan media sosial yang lebih produktif.

Kepada keluarga korban meninggal, kita berbela sungkawa. Kepada tim penolong dan sukarelawan, kita mengapresiasi kerja mereka. Inilah kerja kemanusiaan. Kerja kemanusiaan melintas sekat perbedaan. Setiap bencana —di mana manusia menjadi korban—merupakan momentum untuk menggerakkan solidaritas nasional kita untuk membantu sesama. Saatnya pemerintah pusat dan daerah serta sukarelawan memastikan saudara kita di Pidie Jaya bisa segera mengakhiri masa tanggap darurat dan kemudian memikirkan tahap rehabilitasi. Aceh adalah Indonesia. Kesedihan rakyat Aceh adalah kesedihan kita semua.

Aceh memang akrab dengan bencana. Pada 24 Desember 2004 kita dikejutkan dengan gempa dan tsunami yang menyapu Aceh dan menyebabkan 166.541 orang tewas. Bencana di Aceh, termasuk di daerah lain, selalu menjadiin between. Pernah terjadi di masa lalu, sekarang sedang terjadi, dan bisa saja terjadi di masa depan. Kita harus menyadari, wilayah Indonesia berada di lingkaran cincin api dengan gunung api yang bisa meletus setiap saat, lempeng bumi yang bisa bergesekan dan memicu gempa. Realitas itu harus disadari bersama dan disikapi secara cerdas oleh rakyat dan pemerintah.

Karena itulah, mitigasi bencana menjadi penting. Setelah tanggap darurat selesai dan memasuki tahap rehabilitasi, saatnya para ahli memikirkan bagaimana desain bangunan tahan gempa, sebagaimana ditulis dalam ulasan ini kemarin, menjadi penting. Kita apresiasi bangkitnya solidaritas sosial saat bencana terjadi, tetapi kita juga harus memikirkan bagaimana mendampingi Aceh untuk bangkit kembali. Solidaritas sosial dibutuhkan saat ini di tengah polarisasi bangsa yang terasa tajam. Saatnya kita berbagi untuk meringankan penderitaan. Solidaritas kita menyatu dengan eksistensi kita sebagai manusia, dan jauh dari keinginan untuk sekadar pencitraan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Kebersamaan untuk Aceh".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger