Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 08 Desember 2016

TAJUK RENCANA: PBB Disandera Hak Veto (Kompas)

Kegagalan Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi untuk mengakhiri perang di Suriah menegaskan bahwa PBB disandera kekuatan veto.

Kemarin diberitakan bahwa Dewan Keamanan (DK) PBB kembali tak berdaya menelurkan resolusi untuk menghentikan pertempuran di Aleppo, Suriah. Hal itu terjadi karena jatuhnya veto dari Rusia dan Tiongkok.

Rusia, hingga kini, adalah negara anggota tetap DK PBB yang paling banyak menjatuhkan veto. Berdasarkan data yang ada dari tahun 1946 hingga 2008, Uni Soviet, dan sesudah itu Rusia, menjatuhkan 124 veto. Pada periode yang sama, AS telah 82 kali menggunakan hak vetonya; lalu Inggris 32 kali, Perancis 18 kali, dan Tiongkok 6 kali.

Data yang dirilis Security Council Report, Oktober 2015, menunjukkan bahwa Uni Soviet tetap merupakan anggota tetap DK PBB yang paling banyak menghambat lahirnya resolusi tentang perdamaian dengan hak vetonya. Laporan itu menyebut Rusia hingga tahun lalu (2015) sejak pertama kali menggunakan hak vetonya, 16 Februari 1946, sudah menjatuhkan 132 veto.

Tempat kedua tetap diduduki AS dengan 83 veto, lalu disusul Inggris 32 veto (veto pertama dijatuhkan pada 30 Oktober 1956 ketika muncul krisis Suez), dan Perancis 18 veto (veto pertama dijatuhkan pada 26 Juni 1946 menyangkut masalah Spanyol). Di posisi terakhir adalah Tiongkok, yakni 11 kali (pertama kali menjatuhkan veto pada 13 Desember 1955 untuk memblokade usaha Mongolia menjadi anggota PBB).

Kita mencatat, negara-negara anggota tetap DK PBB (Rusia, AS, Inggris, Perancis, dan Tiongkok) menggunakan hak veto mereka untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya atau menegakkan prinsip kebijakan luar negeri mereka. Dengan kata lain, mereka lebih mementingkan kepentingan nasionalnya ketimbang kepentingan banyak negara, kepentingan dunia. Dalam kasus Aleppo, mereka lebih mengutamakan kepentingan nasional mereka sendiri ketimbang perdamaian di Suriah.

Itulah sebabnya, suara-suara atau lebih tepatnya desakan untuk menghapuskan hak veto—yang dianggap sebagai melanggar prinsip "persamaan kedaulatan" antarnegara anggota—berulang kali terdengar dan dilakukan. Desakan-desakan seperti itu, antara lain, terakhir disuarakan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok saat KTT di Venezuela. Mereka mendesak agar dilakukan reformasi terhadap PBB, terutama menyangkut hak veto.

Menurut hemat kita, memang, hak veto yang dimiliki negara-negara anggota tetap DK PBB justru menghambat tujuan utama DK PBB, yakni menjaga keamanan dan perdamaian dunia, bukan sebaliknya. Karena itu, reformasi PBB menjadi sangat penting dan mendesak dilakukan, termasuk perlunya dibahas ulang tentang kepemilikan hak veto.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "PBB Disandera Hak Veto".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger