Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 05 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Cendekiawan Sang Guru Bangsa (Kompas)

Pernyataan bahwa cendekiawan memiliki tanggung jawab mem- bimbing bangsa agar berkuali- tas perlu digarisbawahi bukan hanya sebagai penegasan.

Pernyataan Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) itu mencerminkan sikap politik yang perlu kita dukung. Anggotanya yang mencerminkan keilmuan dan intelektualitas tidak membuat lembaga menjadi semacam kepanjangan tangan partai politik.

Nomenklatur cendekiawan Muslim pun tidak membuatnya sempit-terkotak, tetapi demi kepentingan kemaslahatan bersama sebagai bangsa Indonesia. Dengan atribut itu, diharapkan ICMI menjadi guru bangsa, pembawa kecerahan bagi kehidupan bernegara.

Keikatan mereka di dalamnya—tidak perlu dipertentangkan secara antagonis cendekiawan dan noncendekiawan—menjadi jaminan kentalnya komitmen berkembangnya berbagai komitmen dasar bangsa. Komitmen dasar itu adalah bangsa dan negara ini dibangun bersama oleh berbagai elemen masyarakat yang mencerminkan realitas kemajemukan Indonesia sejak awal.

Lembaga dengan anggota para cerdik-cendekia niscaya mengandalkan kinerjanya atas nalar dan intelektualitas sebagai panduan. Intelektualitas dan nalar tak sekadar mengandalkan rasio, tetapi juga budi sehingga secara tidak langsung melekat otoritas etisnya sebagai penunjuk arah.

Kehadiran lembaga dengan atribut cendekiawan semacam ICMI makin dibutuhkan ketika situasi gonjang-ganjing terjadi. Ketika negara dan bangsa mengalami berbagai tantangan menyangkut jati diri, lembaga-lembaga ini diharapkan semakin tampil. Yang diharapkan adalah menyampaikan ajakan, petunjuk, guidance tentang kepentingan dan kebaikan bersama (bonum commune).

Ketika di dunia global ataupun nasional berkembang politik identitas (identity politics), arahan yang dibutuhkan adalah bagaimana bumi dan negara ini menjadi rumah bersama. Persaudaraan dan solidaritas dengan mereka yang berbeda diharapkan sebagai advokasi yang perlu diintrodusir dan dikembangkan.

Dalam peran demikian, kaum cendekiawan tampil tidak lagi sebaiknya, bahkan seharusnya. Adalah tanggung jawab mereka "tidak berdiri di menara gading", meminjam istilah ICMI, tetapi turun tangan ketika perjalanan membangsa dan menegara direcoki perpolitikan transaksional, kekerasan, korupsi, dan munculnya politik identitas.

Kaum cerdik-cendekia dan agamawan sama-sama memiliki peluang dan kewajiban jauh dari sikap sebagai pembenar atas berbagai pelanggaran yang bertentangan dengan komitmen kebaikan bersama. Mereka bersama-sama mengajak masyarakat berpikir jernih, waras,dan demi kebaikan bersama. Mereka pun sama-sama sebagai sang guru bangsa, rujukan dan arahan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Cendekiawan Sang Guru Bangsa".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger