Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 14 Februari 2017

Pro Kontra Kontrak Karya//Survei Politik (Surat Pembaca Kompas)

Pro Kontra Kontrak Karya

Melihat munculnya pro dan kontra terkait eksistensi PT Freeport akhir-akhir ini, saya ingin menyumbang saran. Kapasitas saya adalah sebagai anggota panitia teknis penanaman modal asing di departemen tahun 1967-1972 di bawah Sutaryo Sigit.

PT Freeport adalah kontrak karya (KK) generasi pertama dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia.

Hukum pertambangan yang ada pada masa itu adalah UU No 11/1967 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pertambangan (Pertambangan Umum, Eksplorasi, Eksploitasi dan KP Pengolahan dan Pemurnian dengan PP Tertentu). Profil KK yang standar pada waktu itu memang belum setting. Akibatnya, PT Freeport terlihat seperti mendapat sedikit kemudahan.

Terkait berakhirnya KK Freeport tahun 2021, iklim investasi janganlah sampai terkontaminasi oleh sikap pro dan kontra di atas. Sebagai penunjang, saya lampirkan kinerja KK yang menyebutkan bahwa selama Repelita V (1989-1994) penerimaan negara dari sektor pertambangan dan energi total mencapai Rp 1.883.126.787.000. Dari jumlah tersebut, penerimaan negara dari KK pertambangan umum mencapai Rp 537.037.200.000, dengan hampir 90 persennya disumbangkan oleh Freeport Indonesia.

Jangan sampai timbul dugaan di dunia maya bahwa Pemerintah RI bersifat premanisme. Kita sebagai penerbit tender harus fair dan credible. Jadi, sesuai klausul, semua KK yang akan berakhir dapat diperpanjang, hanya hak dan kewajiban ditambah dengan splityang perlu diperbaiki hingga nyaman bagi kedua belah pihak.

Demikian pencerahan dari kami agar bangsa ini dapat tidur dengan tenang.

ACHIRUDDIN

Jln Pahlawan, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Survei Politik

Dalam tulisan berjudul "Bagaimana Mencermati Survei Politik?" (Kompas, 10/2), ada informasi yang perlu dikoreksi.

Dilaporkan bahwa menurut pendiri SMRC, Saiful Mujani, survei tentang perilaku pemilih pertama kali dilakukan 1999 oleh The Asia Foundation (TAF) dan International Foundation for Electoral Systems (IFES), dan baru diambil alih ilmuwan dalam negeri pada 2004.

Informasi tersebut mengesankan bahwa orang Indonesia terlambat belajar tentang teknik survei pendapat umum. Padahal, faktanya adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) telah melakukan survei pendapat umum tentang isu lingkungan hidup 1992.

Survei dilakukan dengan dukungan dana TAF, yang pada tahun berikutnya (1993) mengirimkan empat pegawai LP3ES ke Filipina, Korea Selatan, dan Amerika Serikat untuk studi banding dan belajar teknik survei.

Tahun-tahun berikutnya, setiap enam bulan sekali LP3ES melakukan survei mengenai berbagai isu publik. Hasilnya diumumkan via konferensi pers.

Jajak pendapat dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan 1.000 responden di tiga kota besar, yakni Medan, Jakarta, dan Surabaya. Beberapa contoh isu yang pernah disurvei adalah "Rasa Kebangsaan" (Juli 1994); "Rakyat dan ABRI" (September 1998); "Politik Pasca Pemilu 1999" (Agustus 1999); dan "Rekonsiliasi Nasional dan Langkah Politik Pemerintahan Abdurrahman Wahid" (Juli 2000).

November 2003, kerja sama dengan IFES, dilakukan survei "Kinerja DPR di Mata Masyarakat" dengan mewawancarai 1.250 responden di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Makassar, dan Jayapura.

Semua jajak pendapat dilakukan sepenuhnya oleh staf LP3ES, orang asli Indonesia, sekalipun didukung dengan dana dari lembaga asing. Sebab, saat itu tidak ada lembaga Indonesia yang tertarik. Maka tidak benar jika dikatakan bahwa baru pada 2004 "ilmuwan dalam negeri" mengambil alih kegiatan survei (perilaku pemilih).

Menurut hemat saya, yang terjadi pada 2004 adalah "lompatan kuantum" popularitas kegiatan survei akibat keberhasilan hitung cepat (quick count) yang juga dilakukan LP3ES untuk hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden, yang sebenarnya juga sudah terlebih dahulu diujicobakan di wilayah DKI Jakarta pada 1999, tetapi tidak diumumkan.

IMAM AHMAD

Direktur LP3ES 1999-2005

Catatan Redaksi:

Terima kasih atas informasi dan penjelasan Anda.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Februari 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger