Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 11 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Afrika sebagai Peluang Ekonomi (Kompas)

Afrika dalam satu dekade terakhir menjadi perhatian dunia karena pertumbuhan ekonominya konsisten di tengah berbagai persoalan di benua itu.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara Asia, Indonesia termasuk lambat merespons pesatnya pertumbuhan ekonomi Afrika. Hanya ada beberapa pengusaha Indonesia dan BUMN yang tertarik berinvestasi di Afrika karena melihat potensi pasar ataupun menjadikan Afrika sebagai basis industri untuk memasuki pasar negara-negara maju.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengambil inisiatif membawa delegasi pengusaha swasta dan BUMN ke tiga negara Afrika, yaitu Afrika Selatan, Mesir, dan Mozambik.

Inisiatif ini menarik di tengah perubahan cukup besar dalam arah perdagangan global. Kita tahu, Presiden AS Donald Trump telah membatalkan persetujuan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik dan mengambil langkah proteksionis terhadap pasar dalam negerinya.

Nilai ekspor Indonesia ke AS jauh di bawah Tiongkok, Meksiko, dan Kanada. Kemungkinan Indonesia tidak menjadi fokus kebijakan baru perdagangan AS dalam waktu dekat. Namun, perlambatan ekonomi dunia setelah krisis finansial global tahun 2008 masih berdampak hingga kini. Pelemahan harga komoditas sejak 2014 membuat negara-negara ekonomi bertumbuh (emerging markets), yaitu Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, termasuk Indonesia, melambat pertumbuhannya.

Peran ekonomi negara-negara Afrika mendapat perhatian dalam Konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung, April 2015. Hal itu terutama karena pusat pertumbuhan bergeser ke Asia, sementara Afrika mulai tumbuh.

Afrika dalam stereotip masyarakat umum dipandang sebagai negara kaya sumber daya alam sehingga menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa, tetapi sekaligus sumber konflik agama, suku, ras, dan antargolongan serta kemiskinan.

Namun, bukan tanpa alasan jika Presiden Soekarno melahirkan gagasan Konferensi Asia Afrika. Negara-negara Asia dan Afrika telah menjadi korban penjajahan dan jejak penjajahan tersebut masih berbekas hingga kini.

Kapitalisme Barat mengajarkan pasar bebas, tetapi dalam praktiknya melakukan proteksi tidak adil terhadap produk dari negara-negara Asia dan Afrika dengan berbagai cara, termasuk hambatan nontarif.

Indonesia sangat membutuhkan pasar baru di luar pasar tradisional AS, Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Upaya mendapat pasar baru selama ini belum memberikan hasil nyata, salah satunya karena kurangnya semangat kewirausahaan. Kita mendukung upaya Pemerintah Indonesia menggunakan pendekatan diplomasi dan solidaritas Selatan-Selatan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan Afrika. Kita menunggu hasil nyata upaya tersebut.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Afrika sebagai Peluang Ekonomi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger