Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 18 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Bencana dan Perilaku Manusia (Kompas)

Masyarakat harus siap menerima banjir, longsor, dan angin puting beliung menjadi keseharian kita kecuali kerusakan lingkungan diatasi.

Harian ini berulang kali melaporkan bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, selama pekan ini terjadi banjir dan longsor di 34 kabupaten/kota. Selama Januari hingga pertengahan Februari 2017 terjadi 460 kali banjir, longsor, dan angin puting beliung. Korban jiwa 60 orang, 178 orang terluka, dan 492.642 orang terkena dampak.

Bencana tersebut terjadi dalam keadaan curah hujan normal. Hal itu mengindikasikan masalah sebenarnya adalah semakin berkurangnya daya dukung lingkungan.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki ratusan gunung berapi dan berada antara Lempeng Pasifik dan Eurasia. Bencana akibat letusan gunung berapi disertai semburan lahar dan gempa vulkanik atau gempa tektonik di darat ataupun di dasar laut yang menyebabkan tsunami adalah keniscayaan. Kita juga mengetahui sejumlah daerah memang rawan longsor karena struktur tanahnya.

Namun, bencana alam juga dapat disebabkan oleh ulah manusia. Dunia mengakui telah terjadi perubahan iklim akibat kenaikan suhu muka bumi akibat aktivitas manusia. Kita merasakan dampaknya berupa naiknya permukaan air laut dan angin puting beliung yang lebih kerap.

Pada aras mikro, dampak perilaku manusia mengubah alam hingga melebihi daya dukungnya terasa dalam bentuk kejadian longsor dan banjir yang lebih sering dan lama surut dengan akibat lebih merugikan di sejumlah daerah.

Kita masih ingat bagaimana Garut, Jawa Barat, luluh lantak dihantam banjir bandang dari Sungai Cimanuk pada 21 September 2016. Hutan di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk ternyata telah berubah menjadi perkebunan sayur rakyat. Hal serupa terjadi pada banjir bandang di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Ironisnya, penyebab kerusakan DAS sebagian adalah petani kecil yang butuh lahan untuk hidup. Namun, juga pemilik modal atau kelas menengah-atas, seperti di kawasan Puncak, Jawa Barat. Pemilik modal dan oknum aparat keamanan ikut bermain di belakang perambahan hutan lindung di sejumlah tempat.

Kita tidak dapat hanya menyalahkan petani kecil sebagai perambah DAS. Di Jawa, yang lahannya semakin terbatas, petani kecil harus dikeluarkan dari pertanian dan dipindahkan ke industri padat karya. Pengendalian jumlah penduduk juga harus terus dilakukan secara nasional.

Kita menuntut pemerintah pusat dan daerah tegas menetapkan serta menerapkan rencana tata ruang dan wilayah. Perlu mekanisme untuk mengekang keserakahan dalam penguasaan lahan atau alam akan melakukan reaksi yang tidak dapat kita bayangkan akibatnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Bencana dan Perilaku Manusia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger