Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 27 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Donald Trump dan Media (Kompas)

Sungguh, sulit dipahami seorang presiden Amerika Serikat menyatakan bahwa media, salah satu pilar demokrasi, adalah musuh rakyat Amerika.

Kalau yang menyatakan itu seorang diktator, seorang pemimpin otoriter, atau pemimpin negara yang tidak menjunjung asas dan nilai-nilai demokrasi, sangat bisa dipahami. Akan tetapi, jika yang menyatakan bahwa "media adalah musuh rakyat Amerika" adalah Presiden AS Donald Trump, hal itu sebuah ironi besar. Bukankah AS selama ini selalu meneriakkan dirinya sebagai pengawal demokrasi, sebagai negara di garda paling depan dalam menegakkan demokrasi? Dan, media selama ini disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Tiga pilar lainnya adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pernyataan itu dikeluarkan Trump setelah menutup akses CNN, The New York Times, The Los Angeles Times, Politico, dan Buzzfeed ke Gedung Putih. Keputusan kontroversial itu diambil setelah Trump merasa bahwa media-media tersebut berdiri berseberangan dengannya. Trump marah karena media massa tersebut membocorkan informasi intelijen yang mengungkapkan kedekatan pemerintah Trump dengan Rusia.

Sangat bisa dipahami kalau kebijakan kontroversial Trump itu ditanggapi serius oleh berbagai kalangan, terutama pers. Majalah Times dan kantor berita Associated Press (AP), misalnya, mengambil sikap solider terhadap nasib rekan sejawatnya dengan tidak mengirimkan perwakilannya ke Gedung Putih. Bahkan, televisi Fox News, yang selama ini dikenal sebagai sangat antusias mendukung Trump, pun mengecam tindakan pemerintah Trump tersebut.

Kalau penutupan akses ke Gedung Putih itu karena alasan tersebut, hal itu sulit untuk dipahami. Tentu, tidak gegabah media sebesar dan sebergengsi sepertiThe New York Times menurunkan berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan (yang oleh Trump disebut sebagai berita bohong). Oleh karena kalau media menyiarkan berita bohong, maka media itu tidak lagi memiliki kredibilitas, tidak lagi bisa dipercaya. Dan, ujungnya, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadapnya. Artinya, media tersebut telah menggali lubang kuburnya sendiri.

Dengan demikian, tentu, tidak bakalanThe New York Times akan melakukan hal semacam itu karena akan mematikan reputasinya. Itulah sebabnya, kita cenderung berpendapat bahwa tindakan Trump itu justru mengancam demokrasi. Trump telah melakukan tindakan seperti yang biasa dilakukan para pemimpin yang menganggap paling benar dan tidak bisa dikritik; para pemimpin yang anti-demokrasi, yang berusaha mengakumulasi kekuasaan dengan cara memarjinalkan media independen.

Inilah tragedi kebebasan pers di zaman modern dari negara yang menyebut dirinya panglima demokrasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Donald Trump dan Media".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger