Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Guncangan Pertama Kabinet Trump (Kompas)

Hanya 24 hari setelah kabinet Presiden AS Donald Trump dibentuk, Penasihat Keamanan Nasional Michael Flynn mengundurkan diri.

Flynn mundur karena berbohong kepada Wapres Mike Pence, juga kepada publik, soal percakapan teleponnya dengan Duta Besar Rusia Sergey I Kislyak. Kepada Pence, Flynn mengatakan bahwa percakapannya hanya terkait soal remeh-temeh dan liburan akhir tahun. Nyatanya, percakapan yang disadap oleh badan intelijen AS itu (ini lumrah dilakukan) menyangkut soal sanksi yang diterapkan pemerintahan Obama terhadap Rusia.

Persoalan ini kemudian diungkap olehThe Washington Post dan bergulir menjadi isu nasional yang menekan Gedung Putih. Skandal ini akhirnya tidak sekadar soal Flynn berbohong kepada atasannya, tetapi juga mengundang pertanyaan lebih jauh dari itu. Kenapa Flynn harus berbohong? Dan, mengapa Trump yang sudah dilapori oleh badan intelijen dan Departemen Kehakiman soal percakapan ini sejak 19 hari lalu baru bertindak sekarang? Yang lebih memalukan, Wapres Pence baru tahu bahwa ia dibohongi setelah membaca laporan Washington Post.

Jika kita merunut sedikit ke belakang, pada hari-hari terakhir pemerintahan Obama, komunitas intelijen AS mengungkapkan bukti-bukti keterlibatan Rusia dalam sistem Pemilu AS dengan melakukan peretasan dan menyebarkan berita bohong. Tujuannya untuk menjegal Hillary Clinton dan membantu kemenangan Trump. Obama kemudian menjatuhkan sanksi persona non grataterhadap 35 diplomat Rusia di Washington dan menutup sebuah kompleks bangunan milik Rusia.

Flynn, yang saat itu masih belum dilantik menjadi penasihat keamanan, kemudian saling bertelepon dengan Dubes Rusia dan membicarakan soal sanksi tersebut.

Sebagai sosok yang lama bergelut di dunia militer dan intelijen, Flynn sangat tahu bahwa tindakannya terlarang. Menurut sumber intelijen, dalam percakapan itu Flynn memang tidak secara gamblang menyatakan kepada Rusia bahwa pemerintahan Trump akan mencabut sanksi. Namun, "arah" percakapan menuju ke sana.

Persoalan yang sekarang sedang diinvestigasi, mengapa Trump harus ikut berbohong dengan mengaku tidak mengetahui masalah itu? Dan, yang lebih jauh lagi, ada apa sebetulnya hubungan Trump dengan Rusia?

Skandal ini menjadi amunisi baru bagi politisi Demokrat untuk menggoyang Trump. Apalagi dalam sebulan pemerintahannya, ia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan kontroversial, yang paling fenomenal adalah perintah pelarangan masuk warga dari tujuh negara mayoritas Muslim yang kemudian mendapat perlawanan keras dari publik dan para hakim di AS. Tarik-menarik ini akan terus berlangsung di hari-hari mendatang. Semoga saja bisa semakin membawa Trump ke jalur yang benar.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Guncangan Pertama Kabinet Trump".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger