Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 09 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Kejahatan Kemanusiaan Damaskus (Kompas)

Hanya penguasa yang tidak berhati yang tega membunuh rakyatnya sendiri karena tidak sepaham, karena berbeda haluan politik.

Rilis Amnesty International yang mengungkapkan pembunuhan secara massal oleh para penguasa Damaskus pimpinan Bashar al-Assad menegaskan hal tersebut: rezim yang tidak berhati. Hanya penguasa yang tidak berhati saja yang tega mengakhiri hidup rakyatnya, pun dengan cara yang sangat mengerikan: digantung.

Menurut rilis Amnesty International, para pejabat senior rezim Bashar al-Assad memberikan kewenangan kepada otoritas Penjara Saydnaya, sebelah utara Damaskus, untuk menyiksa dan kemudian membunuh para tahanan. Antara 5.000 dan 13.000 tahanan dibunuh sejak tahun 2011 sampai 2015. Setiap minggu, 20 hingga 50 orang digantung secara bersamaan; kadang kala bahkan seminggu dua kali.

Sebelum digantung, mereka disiksa. Sebagian besar korban keganasan rezim yang berkuasa di Damaskus ini adalah rakyat sipil yang menentang pemerintah, termasuk mantan personel militer yang dicurigai tidak setia serta mereka yang ikut pemogokan.

Di sini sekali lagi membuktikan bahwa kekuasaan itu membutakan. Tidak hanya membutakan mata dengan menyingkirkan siapa saja yang menghadangnya, tetapi bahkan juga telah membutakan hati, hati nurani. Penguasa yang tidak berhati nurani, yang tidak memiliki hati, akan dengan tega membunuh rakyatnya sendiri.

Sejarah mencatat ada sejumlah penguasa—untuk tidak mengatakan banyak—yang tega kepada rakyatnya. Idi Amin Dada, misalnya, Presiden Uganda (1971-1979), dikenal sebagai penguasa yang haus kekuasaan, haus harta, dan haus darah membunuh 800.000 rakyatnya sendiri. Pol Pot, penguasa Kamboja (1975-1979), diberitakan membantai 2 juta rakyatnya.

Penguasa seperti itu lupa bahwa kekuasaan mereka berasal dari rakyat. Sebagai penguasa, mereka tidak ada artinya jika tidak ada rakyat. Penguasa-penguasa seperti itu yang harus disingkirkan. Oleh karena bukan lagi manusia yang berhati, melainkan manusia yang kehilangan rasa kemanusiaannya.

Kekejaman yang dilakukan rezim Damaskus itu tentu akan memberikan keuntungan kepada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang selama ini berlaku sangat tidak manusiawi, dengan mudah membunuh orang yang tidak sepaham dengannya. Lalu, apa bedanya NIIS dan rezim Damaskus?

Kiranya, dunia tidak bisa tinggal diam dengan temuan Amnesty International itu. Para pemimpin negara dan negara pencinta damai serta yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan harus melakukan tindakan terhadap kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Damaskus itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Kejahatan Kemanusiaan Damaskus".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger