Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 17 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Merajut Tenun Kebangsaan (Kompas)

Pemilihan kepala daerah harus diupayakan jangan sampai merusak tenun kebangsaan. Perbedaan pilihan adalah wajar dalam sebuah kontestasi politik.

Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa perbedaan pilihan politik jangan sampai memecah persatuan bangsa sangat bisa dipahami. "Kami mengharapkan setelah pilkada ini semuanya bisa kembali sebagai saudara," kata Presiden Joko Widodo (Kompas, 16 Februari 2017).

Harus diakui, pilkada telah menciptakan jarak baru kita sebagai warga negara, antartetangga, bahkan dalam keluarga. Kondisi itu diperparah dengan penetrasi media sosial. Fenomena friend danunfriend terjadi dalam media sosial. Dunia pilkada terpolarisasi antara "kami" dan "mereka", "kawan" dan "lawan".

Polarisasi pilkada seperti ini mengingatkan kita akan ungkapan Presiden George Bush saat mencanangkan perang melawan teroris, "You are either with us, or against us". Polarisasi seperti itu terlalu keras dalam politik praktis Indonesia yang majemuk. Dalam politik praktis, tidak ada lawan dan kawan abadi karena yang ada hanyalah kepentingan.

Di sejumlah daerah, kecuali Jakarta, pemungutan suara telah dilakukan dan sedang dalam tahap penghitungan suara sampai pada tahap akhir penetapan calon terpilih. Di Jakarta, karena undang-undang mengatur demikian, Pilkada Jakarta akan memasuki putaran kedua pada 19 April 2017. Artinya, persaingan pilkada di putaran kedua antara pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno masih berlanjut.

Energi warga Jakarta harus kembali terkuras sampai berakhirnya Pilkada Jakarta. Penetapan gubernur terpilih Jakarta dijadwalkan 5-6 Mei 2017 jika tanpa sengketa ke Mahkamah Konstitusi. Jika ada sengketa ke MK, penetapan pilkada akan mundur sampai menjelang Juni 2017. Tahapan ini dirasakan terlalu lama. Akan tetapi, itulah realitas yang harus dihadapi. Aspirasi yang kita tangkap yang menghendaki pilkada satu putaran sangat dipahami sebagai upaya meredakan ketegangan politik.

Dalam konteks merajut tenun kebangsaan, pasangan calon juga punya tanggung jawab untuk menjaga tidak terkoyaknya tenun kebangsaan. Kita yakin pasangan calon Basuki-Djarot dan Anies-Sandi adalah corak pemimpin muda dan modern, punya komitmen untuk tetap berkompetisi secara sehat di Jakarta, sekaligus untuk merajut tenun kebangsaan.

Pilkada adalah kontestasi gagasan, persaingan program, dan bagaimana untuk melaksanakan program itu. Hanya dengan kontestasi gagasan, dan bukan semata-mata politik identitas, pilkada akan menjadi produktif dan tenun kebangsaan tidak terkoyak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Merajut Tenun Kebangsaan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger