Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 31 Maret 2017

Mengungkap "Mark Up"//Jangan Revisi//Pencabutan Subsidi (Surat Pembaca Kompas)

Mengungkap "Mark Up"

Sungguh luar biasa dan gila-gilaan tindakan para pejabat dan elite politik di negeri ini. Bersama-sama mereka menggelembungkan harga (mark up) sebuah KTP elektronik sampai lebih dari 300 persen dengan menjual nama penduduk dewasa Indonesia lalu mereka saling berbagi menikmati uang jarahannya.

Dana yang dianggarkan, lebih dari Rp 5 triliun, hanya 49 persen yang digunakan untuk 165 juta penduduk dewasa Indonesia. Sisanya 51 persen itulah yang mereka bagi-bagi dengan kroninya. Marah rasanya mengetahui semua itu.

Sebagian besar penduduk, apalagi warga Jakarta, pasti tahu harga sebuah kartu elektronik. Paling mahal Rp 10.000. Buktinya, kartu elektronik berlangganancommuter line dari PT KAI untuk kereta api commuter line bisa dikembalikan dengan harga Rp 10.000. Menurut Boyamin, seorang aktivis, modal atau biaya kartu elektronik hanya Rp 7.000. Apalagi jika dipesan dalam jumlah banyak, bisa lebih murah lagi.

Jika mengikuti harga mark up para pencuri uang rakyat itu, berarti Rp 5 triliun dibagi jumlah penduduk dewasa 165 juta jiwa, hasilnya adalah Rp 30.300 per KTP. Bayangkan berapa uang negara yang mereka selewengkan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.

Sungguh rakyat berharap kepada KPK agar dapat mengusut, menuntaskan, sekaligus menghukum orang-orang jahat ini. Kami ingin keadilan. Gubernur-gubernur kami di Sumatera ada yang menggelembungkan harga helikopter, ada yang menggelembungkan harga mobil pemadam kebakaran. Mereka didenda dan dipenjarakan.

Pemerintah tidak boleh membedakan orang Jakarta dengan orang Sumatera. Biar tahu rasa!

PANDU SYAIFUL, PENSIUNAN GURU CENDANA, RIAU

Jangan Revisi

Dengan surat ini, saya ingin berbagi unek-unek dengan para pembaca lain. Sebagaimana yang saya baca pada media akhir-akhir ini, ada rencana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Saya berpendapat bahwa sebagaimana konsistensi pemerintah yang terus menolak membahas rancangan Undang-Undang Pertembakauan, maka pemerintah juga harus berani memberhentikan wacana revisi Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mengapa? UU Nomor 30/2002 tentang KPK itu sebetulnya sudah baik. Hanya perlu dalam pengaplikasiannya.

Yang mesti didorong adalah penindaklanjutan kasus dugaan korupsi proyek-proyek besar, misalnya proyek KTP-el atau yang lainnya. Jangan sampai kasus ini mengalami "cacat proses" atau berlanjut dengan terbata-bata karena jika demikian berarti ada rekayasa yang menyasar para pemimpin KPK jilid 4.

Semoga hal-hal yang tidak diinginkan ini tidak terjadi, seperti penonaktifan pemimpin KPK jilid 4 dengan berbagai kasus rekayasa yang menjerat. Kita sudah melihat contoh-contohnya, dari Antasari sampai Abraham Samad. Oleh karena itu, mari kita dukung para pemimpin KPK agar tetap punya keberanian untuk mengusut dana korupsi "megaproyek" dengan nama-nama para pejabat di Indonesia.

MUH GALANG PRATAMA, JALAN DAHLIA, KELURAHAN BATANGKALUKU, KABUPATEN GOWA 92111

Pencabutan Subsidi

Saya pensiunan BUMN dengan uang pensiun seperempat dari UMR di DKI dan daya listrik di rumah 900 VA. Pada tanggal 22 Februari 2017 saya membayar tagihan listrik di kantor pos terdekat. Ternyata di tagihan ada kenaikan 30 persen dari bulan-bulan sebelumnya.

Merasa sebagai warga tidak mampu, maka sesuai edaran Kementerian ESDM, saya mengadukan kenaikan tagihan listrik tersebut ke kelurahan setempat dan diberi surat untuk mengurus keringanan pembayaran listrik dimaksud.

Berbekal surat keterangan itu, saya ke kantor PLN setempat dan mendapat penjelasan bahwa subsidi listrik di rumah saya sudah dicabut dan PLN tidak berwenang memberi keringanan tagihan listrik. Yang berwenang adalah kelurahan karena data-data semua ada di kelurahan.

Akhirnya saya kembali lagi ke kelurahan. Di sini pun petugas kelurahan tidak tahu instansi atau pejabat yang memutuskan pencabutan subsidi listrik di rumah saya tersebut.

Atas kasus tersebut, mohon kiranya Kementerian ESDM memberikan penjelasan dan solusi yang konkret.

CHUSAINI, JL KERJA BAKTI IV, KELURAHAN MAKASAR, JAKARTA TIMUR 13570

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger