Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Maret 2017

TAJUK RENCANA: DPR Harus Hormati UU (Kompas)

Langkah DPR yang tidak segera menggelar uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu patut dipertanyakan motifnya.

Keterlambatan DPR memilih tujuh nama calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari 14 nama yang diusulkan Presiden Joko Widodo melalui Panitia Seleksi bisa menciptakan kekosongan anggota KPU dan Bawaslu. Kondisi itu juga akan memengaruhi pelaksanaan pilkada yang sedang berjalan dan kualitas Pemilu 2019. Ke-14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu telah diserahkan Presiden Jokowi pada 14 Februari 2017.

Sesuai dengan UU Penyelenggaraan Pemilu, DPR harus memproses calon 30 hari sejak nama calon itu diterima. UU Penyelenggaraan Pemilu juga memberikan ruang kepada DPR untuk menolak calon dan meminta kepada Presiden untuk mengajukan nama baru dalam kurun waktu 14 hari sejak ada surat penolakan dari DPR. Penolakan itu hanya bisa dilakukan satu kali.

Kita berharap DPR memenuhi aturan dalam undang-undang yang dibuat DPR dan pemerintah. Mengambangkan seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tanpa alasan hukum yang bisa dipertanggungjawabkan hanya akan menimbulkan persepsi buruk publik terhadap perilaku politik DPR. DPR yang mewakili rakyat harus bertanggung jawab atas itu semua.

Pernyataan sejumlah anggota DPR, yang menyarankan Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memperpanjang masa jabatan anggota KPU periode 2012-2017 yang habis masa jabatannya pada 12 April 2017, adalah saran tidak bertanggung jawab. Tak ada kegentingan memaksa yang bisa menjadi alasan Presiden untuk menerbitkan perppu. "Kegentingan memaksa" sebagai prasyarat penerbitan perppu adalah karena manuver politik anggota DPR itu sendiri.

Gagasan sejumlah anggota DPR agar pembahasan uji kelayakan dan kepatutan ditunda sambil menunggu pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu selesai sangatlah tidak masuk akal. Saran itu menunjukkan betapa kepentingan partai politik begitu besar terhadap KPU dan Bawaslu.

Seleksi calon anggota KPU sekarang ini mengacu pada UU Nomor 15 Tahun 2011 yang masih merupakan hukum positif. UU itu masih berlaku. Sementara ide sejumlah anggota DPR untuk memasukkan unsur politisi sebagai anggota KPU, setelah mereka melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, juga bertentangan dengan konstitusi. Konstitusi menegaskan, pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Kita berharap DPR menghormati UU dengan segera membahas calon anggota KPU dan Bawaslu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "DPR Harus Hormati UU".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger