Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 16 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Jalan Terjal Pasca-Brexit (Kompas)

Bagi Perdana Menteri Inggris Theresa May, pekan ini bersejarah karena ia mendapat mandat untuk memulai proses perceraian dengan Uni Eropa.

Dengan UU Brexit di tangan, May yang mendapat mandat dari rakyat melalui parlemen Inggris akan mengaktifkan Pasal 50 Traktat Lisabon Maret ini. Ia memiliki waktu selama dua tahun untuk bernegosiasi dengan UE.

Apa yang akan dihadapi May saat negosiasi masih tanda tanya. Isu paling krusial tentulah akses perdagangan Inggris ke pasar tunggal Eropa. Baik Inggris maupun UE bersikukuh untuk tidak mengendurkan prinsipnya.

UE menyatakan, jika mau tetap memiliki akses, Inggris, antara lain, harus menerima kebebasan warga UE untuk bekerja bahkan berdiam di Inggris. Inggris menolak persyaratan ini dan sudah mengisyaratkan untuk memilih keluar total dari UE.

Saling gertak itu mencerminkan kepentingan politik masing-masing. May, yang ingin terpilih kembali menjadi perdana menteri, merasa perlu menunjukkan kepada rakyatnya bahwa Inggris tidak bisa diatur UE. Sementara UE perlu mengingatkan anggota lainnya untuk tidak mengikuti langkah Inggris dengan menunjukkan keruwetan yang bakal dihadapi negara yang akan keluar dari blok. Salah satunya, sesuai aturan yang ada, Inggris harus membayar uang perceraian sebesar 8 miliar euro.

Di luar itu, May menghadapi banyak tantangan di dalam negeri, terutama ancaman disintegrasi dari Skotlandia dan Irlandia Utara. Sejak diskursus soal referendum kemerdekaan Skotlandia muncul, London menganggap enteng ancaman ini, termasuk tak mengindahkan semua aspirasi yang disampaikan Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon. Barulah ketika Sturgeon secara resmi menyatakan Skotlandia akan memulai proses referendum pekan depan, London mulai tergagap.

Saat ini kubu pro kemerdekaan ataupun kubu pro Inggris di Skotlandia relatif sama kuat. Namun, survei menunjukkan, mayoritas warga Skotlandia tetap menginginkan berada dalam "pusaran" Uni Eropa. Target minimal Skotlandia bisa tetap memperoleh akses ke pasar Eropa dan jangka panjangnya merdeka dari Inggris.

Demikian juga dengan warga Irlandia Utara. Konflik berdarah selama puluhan tahun antara Inggris dan Irlandia Utara akhirnya bisa diselesaikan lewat jalan damai setelah kedua pihak menandatangani pakta perdamaian. Bagi warga Irlandia Utara adalah "harga mati" bahwa perbatasan antara Republik Irlandia dan Irlandia Utara (Inggris) bebas dari penjagaan militer Inggris. Situasi akan menjadi ruwet setelah Inggris resmi keluar dari UE karena terkait penjagaan batas wilayah negara.

Jalan yang terbentang di depan May memang terjal. Langkah yang diambil akan memengaruhi dinamika politik Inggris maupun Eropa di masa depan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Jalan Terjal Pasca-Brexit".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger