Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 27 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Nyepi untuk Keseimbangan (Kompas)

Menjelang perayaan Nyepi Tahun Saka 1939, Selasa besok, mengingatkan kita untuk sejenak jeda dalam hening dan merefleksikan diri.
TOTO S

Kita perlu hening sejenak karena hiruk pikuk pilkada yang baru berlangsung bulan lalu membawa dampak pada kehidupan sosial kita. Diakui atau tidak, hiruk pikuk tersebut, terutama dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, membawa kita pada pertanyaan akan ke mana kita sebagai bangsa.

Indonesia memiliki kodrat sebagai bangsa yang terdiri dari beraneka suku, bahasa, agama, dan kepercayaan. Proses menjadi bangsa terus berlangsung dengan kesadaran bahwa persatuan di tengah berbagai perbedaan adalah niscaya serta harus terus dijaga dan dibangun.

Karena itu, polarisasi di masyarakat yang muncul akibat pilkada membangkitkan pertanyaan apakah jalan demokrasi yang kita pilih sudah tepat, sudah sesuai dengan cara hidup bangsa Indonesia seperti diajarkan para bapak dan ibu bangsa yang mengutamakan musyawarah dan mufakat. Mengajarkan toleransi dalam perbedaan, bukan mau menang sendiri seraya menafikan yang lain.

Perihal mau menang sendiri, kita melihat di berbagai institusi, mulai dari DPR yang menunda seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu hingga Dewan Perwakilan Daerah yang ingin dikuasai partai politik sehingga dapat menghilangkan esensi perwakilan bagi semua kelompok di masyarakat, terutama kelompok-kelompok marjinal.

Apabila kita kembali pada makna Nyepi, yaitu untuk masa kini dan masa depan, semestinya kita melepaskan sifat-sifat serakah. Manusia selalu mengambil dari sumber-sumber di alam, tetapi juga harus bersedia mengembalikan agar tercapai keseimbangan.

Sifat serakah pula yang dipertontonkan elite dalam bentuk korupsi, termasuk KTP-el. Ketidakseimbangan juga muncul dalam wujud kesenjangan kemakmuran yang sulit dijembatani, ketika 10 persen penduduk menguasai hampir 70 persen pendapatan nasional kita.

Alam juga mengingatkan, ketidakseimbangan merugikan manusia. Suhu muka bumi naik karena manusia mengambil terlalu banyak minyak bumi yang tak terbarukan, membuang gas karbon ke udara. Musim bergeser, bibit badai makin kerap, dan curah hujan kian ekstrem, menyebabkan bencana alam dan penderitaan banyak orang. Penduduk termiskin yang paling menderita.

Ajakan dari hari raya Nyepi adalah kembali ke dalam keheningan jiwa, merefleksi, berintrospeksi, dan menemukan keseimbangan. Bahwa keberagaman adalah kodrat dan kerena itu bertoleransi, saling menghargai, berbagi, adalah prasyarat bagi kehidupan yang damai dan bahagia.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Nyepi untuk Keseimbangan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger