Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 15 April 2017

RENUNGAN PASKAH: Kebangkitan adalah Wujud Peradaban Cinta (TB GANDHI HARTONO SJ)

Hatiku berjuang menerima aneka bentuk dan rupa; ia merupakan padang rumput bagi menjangan, biara bagi para rahib, kabah tempat orang bertawaf. Agamaku adalah agama yang mengajarkan cinta, yang senantiasa kuikuti ke mana pun langkahnya; itulah agama dan keimananku.

Ibnu Arabi 1165-1240 M

Kata Ibnu Arabi, apa pun agamanya pasti mengajarkan cinta. Siapa pun pemeluknya, memperjuangkan makna cinta, meski harus berurai air mata. Cinta adalah daya gerak (spirit) sekaligus kerinduan akan kasih Sang Pencipta.

Dalam bahasa Latin, cinta adalah Per Amor Num Quam Satis. Seperti kata Ibnu Arabi, ke mana pun manusia melangkah, haruslah tertuju pada Sang Sumber Cinta. Namun, dalam perjalanan hidup manusia, cinta itu penuh dinamika, bahkan maknanya pun bergeser seiring peradaban.

Kebangkitan Isa Almasih dalam Paskah memberikan dasar sejati tentang makna cinta yang utuh dan sempurna. Cinta yang menggerakkan hati insan untuk berbuat baik. Cinta yang menunjukkan bahwa Allah pencipta sungguh nyata.

Setiap pribadi manusia menjadi uluran tangan kasih Allah, membawa damai dan keselamatan. Itulah misi kebangkitan dalam kehidupan manusia. Yesus sebagai pribadi manusia telah menjalani misi cinta dengan mencurahkan jiwa raganya. Ia rela berbuat cinta tanpa pamrih, tanpa sekat apa pun kecuali satu: agar manusia mampu bangkit mengalahkan kematian diri.

Situasi dan harapan

Saat ini kita sedang menyaksikan drama kehidupan manusia, yang kadang membuat apatis dan pesimistis. Ada pertunjukan atas nama cinta kepada Allah untuk merendahkan kelompok lain, korupsi atas nama cinta negeri, pertengkaran para wakil rakyat atas nama cinta demokrasi, pembunuhan teman, ibu, anak, atas nama cinta diri. Orang tega menyingkirkan sesamanya. Perbuatan atas nama cinta, tetapi berkontradiksi dengan makna cinta sejati karena berujung pada kehancuran.

Kebangkitan Isa Almasih sesuatu yang jauh berbeda: pribadi manusia yang rela berkorban demi membawa manusia keluar dari kegelapan "kematian" menuju terang kehidupan.

Saat ini banyak orang tanpa sadar mengalami "kematian", padahal masih hidup. Banyak orang mengalami kegelapan, padahal cahaya gemerlapan. Banyak yang putus asa ketika perjuangan mengungkap kebenaran dipelintir dan diputarbalikkan.

Kebaikan dibayar kejahatan. Cinta dibalas benci. "Untuk apa semua ini? Lebih baik mati saja." Hidup jadi gelap. Manusia mengalami kematian sekalipun masih dalam kehidupan.

Anehnya, banyak orang tak sadar mengalami kegelapan. Maka banyak yang menjadi emosi, stres, putus asa, akhirnya ambil jalan pintas, bunuh diri. Mengapa? Karena mereka asyik berada dalam kegelapan sehingga tidak melihat jalan keluar yang sesungguhnya ada.

Dengan kebangkitan Yesus, ia mau menunjukkan kepada siapa pun bahwa ada pengharapan baru di dalam hidup ini. Kuncinya adalah tanggapan manusia untuk mau bekerja sama dan berjuang mencintai kehidupan, sesama, dan merawat ciptaan.

Harapan kebangkitan.

Menurut Paus Fransiskus, kebangkitan itu ada dan sedang diperjuangkan oleh banyak orang. Kebangkitan dan harapan ada bagi siapa pun yang mau hidup dan mau bekerja sama merawat kehidupan.

Dalam ensikliknya, "Laudato Si', mi' Signore", "Terpujilah Engkau, Tuhanku", Paus mengingatkan kepada kita bahwa manusia tinggal bersama dalam satu rumah dunia. Dalam rumah itu, manusia menjadi satu keluarga yang dengannya kita berbagi hidup. Rumah di mana kita berpijak adalah rumah tanpa sekat, seperti ibu yang menyambut anak-anaknya dengan tangan terbuka dan memeluk tanpa membedakan keyakinannya.

Meski tanah Ibu Pertiwi rusak di sana sini, masih terjadi perselisihan antarperbedaan keyakinan dan rebutan negeri. Padahal, kita sejatinya disatukan oleh satu harapan, yaitu cinta akan kehidupan. Erich Fromm dalam The Art of Loving menjelaskan, cinta adalah suatu kegiatan yang aktif.

Cinta memiliki kebebasan memilih, mencintai, dan akhirnya memberikan diri pada apa yang dipilih demi pertumbuhan dan keselamatan yang dicintai. Ketika manusia berani memberi, dia akan mendapatkan. Keberanian memberi menghasilkan kebahagiaan.

Dengan demikian, cinta bukanlah suatu pengaruh yang pasif agresif, melainkan aktif dinamis dan terus perlu diperjuangkan agar tercipta kehidupan. Apa saja yang perlu diperjuangkan untuk menciptakan harapan? Dalam kebangkitan Allah mengutus manusia mewujudkan peradaban kasih.

Allah sedang bekerja dan terus bekerja untuk membangkitkan pribadi-pribadi yang mau bekerja sama dengan-Nya. Pribadi yang mau memberikan pikiran, perasaan, dan perbuatan demi mewujudkan kehidupan. Pribadi yang mau bangkit dari kubur dan menguburkan seluruh kelemahan dirinya.

Yang terpenting dalam hal ini bukan soal bahwa manusia telah mengorbankan hidupnya demi orang lain, melainkan bahwa mereka telah memberikan apa yang hidup dalam dirinya sehingga ada harapan dan kegembiraan melanjutkan kehidupan.

Bangkitlah!

Perjalanan bangsa ini bagai perahu yang sedang mengarungi lautan bergelora. Bagaimana sampai tujuan? Diam membuat kita mati! Bergerak membuat kita hidup dan sampai ke tujuan! Tantangan hidup di era kemajuan zaman ini merupakan aset sekaligus akses untuk membentuk generasi yang peduli pada kehidupan.

Masalah bangsa dan tingkah lakunya di negeri ini adalah bagian dari dinamika hati manusia yang terlena mimpi-mimpi. Mimpi yang melulu didasari obsesi diri dan lupa bangkit berdiri. Begitu terlenanya hingga tidak sadar bahwa ia telah masuk dalam kegelapan.

Kita hidup di negeri yang loh jinawi, melimpah susu madu, bertradisi guyub rukun, persaudaraan, tetapi sejatinya kita tidak menemukan lagi makna peradaban. Maka bangkitlah, sadarlah bahwa kita bukan musuh, melainkan satu saudara, satu nenek moyang, dan satu tujuan.

Kita bangkit dari keterlenaan, bergerak mencari solusi damai, dan menciptakan peradaban kasih Ibu Pertiwi yang tergadaikan. Jangan lagi ada gerakan atas nama cinta Allah yang membawa kehancuran. Allah tidak perlu dibela karena Ia adalah segalanya. Kini Ia bangkit menghadirkan peradaban cinta.

Selamat Paskah.

TB GANDHI HARTONO SJ, REKTOR SEMINARI ST PETRUS CANISIUS, MAGELANG

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2017, di halaman 1 dengan judul "Kebangkitan adalah Wujud Peradaban Cinta".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger