Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 10 April 2017

TAJUK RENCANA: Energi Baru MK (Kompas)

Prof Dr Saldi Isra (49) dipilih Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi menggantikan Patrialis Akbar yang dipecat sebagai hakim MK.

Saldi dipilih dari tiga nama calon hakim konstitusi yang diajukan Panitia Seleksi. Informasi penunjukan Saldi dari lingkungan Istana terasa begitu sedikit. Menteri Sekretaris Negara Pratikno hanya menjawab "ya" ketika ditanya mengenai benar tidaknya Presiden Joko Widodo menunjuk Saldi sebagai hakim konstitusi. Kapan penandatanganan keputusan presiden juga tidak dijelaskan oleh pihak Istana. Hal serupa ditegaskan Juru Bicara Presiden RI Johan Budi SP. Miskin informasi tampaknya menjadi ciri dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Padahal, menjelaskan secara transparan dan komprehensif soal penunjukan Saldi mestinya akan lebih baik. Istana bisa memberikan pandangannya soal krisis kelembagaan di Mahkamah Konstitusi (MK) jika Istana juga merasakan hal yang dirasakan publik.

Pada saat yang sama, Istana juga bisa menyampaikan ekspektasi dan harapannya, sekaligus menjawab pertanyaan publik mengenai status Saldi sebagai Komisaris Utama Semen Padang. Saldi menjabat Komisaris Utama Semen Padang sejak 11 Mei 2016 dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Sebagai hakim konstitusi yang berstatus negarawan yang menguasai konstitusi, Saldi harus melepaskan jabatan komisaris utama!

Ekspektasi terhadap Saldi sebagai hakim konstitusi terasa tinggi. Ekspektasi itu harus dijawab Saldi meskipun itu tidak mudah. Saldi hanyalah salah satu dari sembilan hakim konstitusi dan Sekretariat Jenderal MK dengan banyak pegawai.

Meskipun hanya satu dari sembilan hakim konstitusi, sebagai ahli hukum tata negara, Saldi diharapkan mampu memberikan energi baru dan membentuk habitus baru di lingkungan MK. Saldi diharapkan mampu mengingatkan kembali Saptakarsa Hutama, kode etik para hakim konstitusi, sebagai titik tolak hakim konstitusi bertindak. Sistem peringatan dini akan bahaya korupsi di MK harus dihidupkan agar tak terjadi lagi kasus Patrialis Akbar.

Mengembalikan citra MK yang terpuruk setelah penangkapan dua hakim MK, Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, oleh KPK, serta pencurian berkas perkara pilkada oleh pegawai MK, harus dijawab oleh putusan MK yang menjawab kebutuhan publik. Putusan MK yang berpegang teguh pada konstitusi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam situasi negara di tengah tarik-menarik paham ideologi, MK harus mengukuhkan dirinya bukan hanya sebagai institusi penjaga konstitusi (the guardian of constitution), melainkan juga sebagai penjaga ideologi negara (the guardian of ideology).

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Energi Baru MK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger