Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 21 April 2017

TAJUK RENCANA: Hak Angket untuk KPK (Kompas)

Komisi III DPR melakukan manuver politik untuk menekan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan mengancam akan menggunakan hak angket.

Komisi III DPR merasa tidak puas ketika Ketua KPK Agus Rahardjo menolak memberikan rekaman pemeriksaan anggota DPR, Miryam S Haryani, oleh penyidik KPK. Pimpinan KPK berdalih tidak bisa memberikan rekaman itu karena masih digunakan sebagai bukti penyidikan KPK untuk mengungkap skandal korupsi pengadaan KTP elektronik. Sikap pimpinan KPK itu benar adanya. Perintah menyerahkan rekaman pemeriksaan haruslah ada perintah pengadilan, bukan lembaga politik seperti DPR.

Dalam persidangan, Miryam mencabut semua keterangannya. Miryam merasa ditekan oleh penyidik KPK. Namun, penyidik KPK, Novel Baswedan, membantah telah mengintimidasi Miryam. Saat diperiksa, menurut Novel, Miryam malah menyebut sejumlah nama anggota DPR yang menekan dirinya untuk mencabut pengakuannya.

Pengakuan Miryam inilah yang kemudian dipersoalkan oleh sejumlah anggota DPR. Komisi III DPR menekan KPK untuk menyerahkan bukti rekaman pemeriksaan Miryam. Karena pimpinan KPK menolak, sejumlah anggota Komisi III DPR mengancam akan menggunakan hak angket.

Perlawanan DPR terhadap KPK saat mengungkap korupsi KTP elektronik terus saja terjadi. Sebelumnya, pimpinan DPR sempat mengancam mengirim surat protes kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pencekalan Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK. Kini, DPR mengancam KPK dengan hak angket.

Resistensi DPR terhadap pengungkapan kasus KTP elektronik tak bisa dilepaskan dari terkaitnya sejumlah anggota DPR yang namanya disebut-sebut terkait dengan kasus KTP elektronik. Sayangnya, DPR bukannya mendukung pemberantasan korupsi, melainkan justru menggunakan kewenangan DPR untuk melawan KPK.

Hak angket memang hak konstitusional DPR. Namun, apakah tepat menggunakan hak angket terhadap KPK. Rasanya tidaklah demikian. Hak angket adalah hak DPR untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang menyimpang dari undang-undang. Penegakan hukum yang dilakukan KPK tentunya bukanlah obyek yang bisa digunakan DPR untuk melakukan hak angket.

Ancaman menggunakan hak angket hanyalah cermin ketakutan DPR setelah nama-nama mereka terungkap di persidangan korupsi kasus KTP elektronik. Sebaiknya politisi DPR mengurungkan niat menggunakan hak angket kepada KPK dan seharusnya mendukung pemberantasan korupsi. Jika DPR terus melakukan perlawanan terhadap KPK, kita khawatir publik akan kian tidak percaya kepada DPR.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Hak Angket untuk KPK".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger