Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 25 April 2017

TAJUK RENCANA: Mencari Masa Depan Afganistan (Kompas)

Serangan Taliban ke kamp militer yang menewaskan 140 tentara mempertegas pertanyaan akan masa depan Pemerintah Persatuan Nasional Afganistan.

Bukan kali ini saja Taliban menyerang pasukan keamanan—tentara dan polisi pemerintah. Serangan pada hari Jumat—yang juga menyebabkan 160 orang lainnya terluka—di kamp militer dekat Mazar-i-Sharif, Afganistan bagian utara, tersebut merupakan serangan paling mematikan yang dilancarkan Taliban sejak mereka disingkirkan dari pemerintahan pada tahun 2001. Tahun lalu, 6.700 tentara tewas menjadi korban Taliban.

Serangan tersebut memberikan gambaran yang sangat jelas akan situasi dan kondisi keamanan di negara yang nyaris tidak pernah sepi dari konflik bersenjata itu. Masalah keamanan memang paling rapuh. Taliban, pada saat ini, menguasai lebih banyak wilayah, sejak mereka kehilangan kekuasaan pada tahun 2001, sementara pemerintah Kabul hanya menguasai dua pertiga wilayah.

Sejak tahun 2016, semua provinsi di Afganistan, yang berjumlah 34, pernah menjadi sasaran serangan Taliban. Saban hari terjadi 68 serangan. Pasukan Keamanan dan Pertahanan Nasional (ANDSF), yang para anggotanya adalah rekrutan baru yang dilatih Amerika Serikat dan pasukan NATO, dapat dikatakan kerepotan menghadapi gelombang serangan Taliban.

Kelompok bersenjata Taliban hanyalah satu dari sekian banyak persoalan yang kini dihadapi pemerintah Kabul. Pemerintah Afganistan benar-benar menghadapi masalah sedemikian kompleks. Menurut berita yang tersiar, kelompok bersenjata Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sudah memiliki bentang pertahanan di dua provinsi di Afganistan bagian timur; sementara Al Qaeda beroperasi secara aktif di tujuh provinsi.

Taliban, NIIS, Al Qaeda, dan kelompok-kelompok radikal lain yang demikian banyak di negara itu jelas merupakan ancaman nyata bagi keamanan Afganistan. Mereka menguasai sekitar 30 persen wilayah. Persoalan lain yang membuat negeri itu demikian rapuh adalah stabilitas politik yang demikian rentan, korupsi, dan lemahnya penegakan hukum.

Semula banyak yang berharap Pemerintah Persatuan Nasional yang menghidupkan kerja sama di antara berbagai blok politik di negeri itu memberikan harapan bagi segera terciptanya perdamaian. Tetapi, ternyata tidak. Oleh karena banyak sebab, termasuk korupsi yang demikian parah menggerogoti negeri itu serta terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

Rasanya semua itu menjadi penghalang yang sulit untuk disingkirkan dalam usaha mencari dan kemudian menegakkan perdamaian di Afganistan. Jalan panjang, berliku, naik dan turun harus ditapaki rakyat Afganistan sampai terwujudnya perdamaian.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Mencari Masa Depan Afganistan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger