Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 22 April 2017

TAJUK RENCANA: Menghidupi Semangat Kartini (Kompas)

Di tengah berbagai kemajuan yang dicapai perempuan, memperingati kelahiran Kartini setiap tanggal 21 April terasa semakin relevan.

Disebut semakin relevan karena putri Bupati Jepara itu melahirkan pemikiran kritis tentang keadaan bangsa dan kondisi kaum perempuan, terutama perempuan Jawa.

Kartini terutama sekali selalu menentang ketidakadilan di sekitarnya. Ketidakadilan yang disebabkan penjajahan, ketidakadilan disebabkan budaya yang mengharuskan anak perempuan tinggal di rumah dan karenanya menikah pada usia dini sementara anak laki-laki boleh melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Salah satu perjuangan Kartini yang belum terwujud adalah menghentikan perkawinan anak. Pernikahan usia dini pada perempuan semasa Kartini adalah norma umum karena budaya mengharuskan anak perempuan dipingit di dalam tembok rumah begitu memasuki usia akil balik. Kartini sendiri menikah pada usia 24 tahun dan meninggal setahun kemudian pada tahun 1904 setelah melahirkan.

Dampak pernikahan usia anak sudah sering dikemukakan. Kehamilan usia dini berisiko pada organ reproduksi anak perempuan dan kondisi bayi yang dilahirkan, antara lain, kematian ibu dan berat lahir bayi rendah. Anak perempuan yang menikah dan kemudian hamil umumnya tidak melanjutkan pendidikan karena jarang sekolah mau menerima siswa hamil. Pada saat sama, usia dini memengaruhi kesiapan mengasuh anak sehingga berdampak pada kualitas sumber daya manusia sebagai bangsa.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang telah menjadi komitman internasional, termasuk Indonesia, adalah menghapus kemiskinan, menyelamatkan planet Bumi, serta memastikan tiap orang hidup damai dan makmur. Salah satu persoalan sosial ekonomi Indonesia saat ini adalah menurunkan jumlah orang miskin dan ketimpangan kemakmuran.

Menyelesaikan persoalan kemiskinan dan mengatasi ketimpangan hanya dapat dilakukan dengan memperhitungkan peran perempuan dan menghilangkan hambatan yang mendiskriminasi perempuan mengembangkan diri secara penuh. Dana Moneter Internasional, misalnya, mengakui perempuan memakai 90 persen pendapatan mereka untuk kesehatan dan pendidikan, sementara laki-laki hanya memberikan 30-40 persen.

Dalam hal ini, upaya Kartini memajukan pendidikan anak perempuan dan mengajarkan perempuan berdaya secara ekonomi adalah yang dalam istilah ekonom penerima Nobel, Amartya Sen, meningkatkan keberdayaan sebagai manusia yang akan bermanfaat untuk sekitarnya.

Semangat Hari Kartini itulah yang ingin kita tumbuhkan kepada generasi muda agar memahami tokoh penting gerakan perempuan Indonesia itu tidak sebatas kebaya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Menghidupi Semangat Kartini".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger