Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 08 Mei 2017

"Orkestra Angklung" RI-China (XIE FENG)

Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan menghadiri Forum "The Belt and Road" untuk Kerja Sama Internasional yang akan diselenggarakan di Beijing, China, 14-15 Mei 2017.

Selain Presiden China Xi Jinping dan Presiden Jokowi, forum tingkat tinggi ini juga akan dihadiri 27 kepala negara dan pemerintahan lainnya, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, serta lebih dari 200 pejabat tinggi dari 110 negara dan 61 organisasi internasional. Forum ini juga akan dihadiri sekitar seribu delegasi dari lembaga think tank, media, dan perwakilan berbagai kalangan masyarakat.

Agenda forum adalah membahas masterplan Inisiatif "Satu Sabuk dan Satu Jalur" atau "One Belt, One Road" (OBOR) untuk menghasilkan sebuah cetak biru kerangka kerja sama yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Inisiatif "Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21" dicetuskan pertama kali oleh Presiden China Xi Jinping pada Oktober 2013 saat melakukan kunjungan kenegaraan di Indonesia. Dalam kunjungan lain di Kazakhstan pada tahun yang sama, Presiden Xi juga telah menyatakan inisiatif "Sabuk Ekonomi Jalur Sutra". Kedua inisiatif inilah yang menjadi dua komponen utama One Belt, One Road. Selama tiga tahun sejak dicetuskan, terdapat sejumlah hal yang perlu ditekankan terkait arah perkembangan OBOR.

Bukan permainan tunggal China

OBOR bukanlah permainan tunggal China, melainkan sebuah orkestra "angklung" yang dimainkan bersama oleh semua negara. Dewasa ini, dunia kian mengarah pada globalisasi dan multipolarisasi sehingga yang kita butuhkan kini bukan pahlawan tunggal yang bertarung sendirian, melainkan sebuah hubungan kerja sama kemitraan yang melibatkan semua pihak, bagaikan berada dalam satu perahu yang sama dan menuju tujuan bersama. Inisiatif OBOR memang dicetuskan oleh China, tetapi sejak awal selalu ditekankan bahwa OBOR harus melibatkan semua negara dalam mendiskusikan, membangun, dan menikmati hasil-hasilnya.

Ini ibarat sebuah orkestra musikal tradisional Indonesia, angklung, di mana setiap pemain harus memainkan peranan masing-masing sebaik-baiknya, sekaligus bersatu dalam kerja sama yang terkoordinasi, demi menghasilkan alunan musik yang harmonis dan merdu. Dengan keterlibatan semua negara dalam mendiskusikan, membangun, dan menikmati OBOR, diharapkan akan tercipta sebuah jejaring hubungan kemitraan antarnegara yang semakin erat dan kuat. Dengan demikian, akan tercapai sinergi efektif antara strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi dari berbagai negara tersebut demi terwujudnya kemajuan bersama yang saling melengkapi dan saling mendukung.

OBOR bukanlah "dua garis" di atas peta, melainkan sebuah "jaringan pertemanan" yang terbuka dan inklusif. Dalam kurun tiga tahun ini, lebih dari 100 negara dan organisasi internasional telah memberikan respons positif terhadap inisiatif OBOR. Lebih dari 40 di antara negara dan organisasi itu telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan China untuk bersama-sama membangun OBOR atau menyinergikan strategi pembangunan. Dalam kerangka OBOR, semua negara dan organisasi internasional dimungkinkan untuk menjadi mitra yang setara sepanjang mereka menjunjung Semangat Jalur Sutra, yaitu "perdamaian dan kerja sama; keterbukaan dan inklusivitas; pembelajaran bersama dan keuntungan bersama".

Semua mitra dalam OBOR bisa berkontribusi dengan cara masing-masing dalam hal pengetahuan maupun tenaga dan berhak menikmati kesempatan kerja sama yang didatangkan OBOR. Dalam pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump belum lama berselang, Presiden Xi Jinping menyatakan undangan China kepada AS untuk turut berpartisipasi dalam kerja sama OBOR. Pada forum yang segera digelar Mei ini, China berharap untuk menandatangani dokumen kerja sama dengan lebih dari 40 negara dan organisasi internasional lainnya.

OBOR bukanlah hidangan "sate" yang disantap sendirian, melainkan "nasi tumpeng" untuk dinikmati bersama-sama. Dalam kurun tiga tahun terakhir, volume perdagangan China dan negara-negara sepanjang Jalur Sutra (baik darat maupun maritim) mencapai 3,1 triliun dollar AS. Besaran investasi dari China di negara-negara itu 50 miliar dollar AS lebih. Perusahaan China juga telah membangun 56 zona kerja sama ekonomi dan perdagangan di 20 negara sepanjang Jalur Sutra sehingga menyumbang pemasukan pajak 1,1 miliar dollar AS dan 180.000 kesempatan kerja di negara-negara tersebut.

China dan Kazakhstan telah menandatangani dokumen kerja sama pembangunan "Sabuk Ekonomi Jalur Sutra" yang bersinergi dengan program pembangunan nasional Kazakhstan, "Jalan Terang" (Bright Road). Kesepakatan antara China dan Kazakhstan ini adalah untuk menciptakan mekanisme kerja sama rutin dalam bidang energi, dengan menetapkan 51 proyek utama dan investasi senilai 27 miliar dollar AS. Sementara itu, China dan Pakistan telah menyepakati pembentukan Dewan Bersama Koridor Ekonomi China-Pakistan dan telah menetapkan 39 program Early Harvest (EHP) dengan total investasi mencapai 18 miliar dollar AS. Kesepakatan ini termasuk sejumlah proyek energi yang segera dimulai di Pakistan, yang akan membantu memenuhi kekurangan dalam proses pembangunan di negara itu.

China juga memprakarsai berdirinya Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), yang saat ini telah memiliki 70 anggota. Indonesia adalah salah satu anggota pendiri AIIB yang memegang peranan penting. Mantan Deputi Menko Perekonomian Indonesia Luky Eko Wuryanto saat ini menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur AIIB. Dalam proyek perdana AIIB, Indonesia mendapatkan pinjaman 216,5 juta dollar AS untuk program nasional penanganan permukiman kumuh yang akan berimbas pada kehidupan jutaan warga di 154 kota dan kabupaten. Dalam gelombang pendanaan terbaru, AIIB menyetujui pendanaan tiga proyek, dua di antaranya diberikan ke Indonesia. Besaran pinjaman yang digelontorkan AIIB kali ini adalah 225 juta dollar AS, untuk mendanai proyek peningkatan operasi bendungan dan proyek pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah di Indonesia.

OBOR bukanlah "arisan omong kosong", melainkan "gerakan kerja nyata" efektif. Sebagai salah satu urat nadi utama dalam inisiatif OBOR, jalur kereta api yang menghubungkan China dan Eropa hingga saat ini telah dilintasi hampir 3.000 perjalanan kereta. Pada 1 Januari 2017, satu rangkaian kereta api barang China-Eropa dengan kapasitas penuh diberangkatkan dari Yiwu, kota perdagangan di China selatan, menuju London, Inggris. Perjalanan 12.451 kilometer ini melintasi tujuh negara, hanya memakan waktu 18 hari, atau sepertiga dari waktu tempuh jalur laut, sedangkan biayanya hanya seperlima dari biaya jalur udara. Dinas perkeretaapian dari tujuh negara, yaitu China, Belarus, Jerman, Kazakhstan, Mongolia, Polandia, dan Rusia, baru-baru ini juga telah menandatangani Protokol Peningkatan Kerja Sama Perkeretaapian China-Eropa. Saat ini 27 kota di China telah membuka 51 jalur kereta api menuju Eropa, yang bisa mencapai 28 kota di 11 negara Eropa. Ini tentu mendorong perdagangan di sepanjang jalur yang dilewati kereta tersebut serta menggenjot pembangunan di berbagai daerah.

Indonesia poros penting

Indonesia sejak dulu adalah poros penting dalam "Jalur Sutra Maritim". Hubungan "Jalur Sutra" antara Indonesia dan China telah berlangsung selama ribuan tahun. Enam abad silam, sang pengelana bahari kenamaan dari China, Laksamana Cheng Ho, telah melakukan tujuh kali ekspedisi bahari ke negara-negara Asia dan Afrika. Dalam setiap ekspedisi tersebut, Laksamana Cheng Ho selalu singgah di kepulauan Indonesia. Dari China, dia membawa keramik, teh, dan sutra, juga perdamaian dan persahabatan. Sebagian awak kapal Cheng Ho yang berasal dari China juga memutuskan untuk menetap di Indonesia. Selain menyebarkan agama Islam, mereka mengajarkan teknik pembuatan tahu serta kue-kue tradisional China, dan sebaliknya, mereka juga menerima begitu banyak bantuan dan perlakuan yang bersahabat dari penduduk Indonesia. Perlahan-lahan, para awak kapal dari China beserta keturunannya pun menjadi bagian dari keluarga besar Indonesia. Bukankah ini bukti nyata dari Semangat Jalur Sutra-"perdamaian dan kerja sama; keterbukaan dan inklusivitas; pembelajaran bersama dan keuntungan bersama"?

Pada abad ke-21 ini, Indonesia dan China sama-sama mengemban tanggung jawab historis untuk membangun negeri, untuk memajukan perekonomian demi mewujudkan kesejahteraan rakyat masing-masing. Karena itulah kedua negara patut menyebarkan Semangat "Jalur Sutra" demi mencapai kemajuan melalui kerja sama yang saling menguntungkan.

Dalam kurun dua tahun terakhir ini saja pimpinan kedua negara telah menggelar pertemuan sampai lima kali. Kedua kepala negara bersepakat bahwa inisiatif "Jalur Sutra Maritim Abad Ke-21" dari China sangat bersinergi dengan strategi pembangunan Indonesia untuk menjadi "Poros Maritim Dunia". Karena itu, kedua kepala negara mencapai kesepahaman untuk mewujudkan strategi pembangunan yang bersinergi secara menyeluruh, juga untuk mewujudkan kerja sama yang mendalam dan nyata, demi memajukan hubungan bilateral dan meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara.

Pada 2016, China mempertahankan posisi sebagai mitra perdagangan terbesar Indonesia enam tahun berturut-turut. Nilai investasi China di Indonesia telah meningkat 324 persen, mencapai 2,7 miliar dollar AS. Posisi China sebagai investor terbesar bagi Indonesia juga meloncat dari urutan ke-9 menjadi ke-3. Jika turut diperhitungkan investasi dari China yang masuk Indonesia melalui Singapura dan Hongkong, sangat mungkin China telah menduduki urutan pertama sebagai negara investor terbesar bagi Indonesia. Lebih dari 1.000 perusahaan China telah berinvestasi di Indonesia sehingga mendatangkan aliran dana, teknologi, dan pengalaman manajerial bagi Indonesia.

Investasi ini juga telah menyumbang pemasukan pajak dan menciptakan lapangan kerja sehingga turut mendorong kemampuan Indonesia untuk berkembang secara mandiri. Jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan investasi China akan menjadi jalur kereta api cepat pertama di Indonesia, bahkan di seluruh Asia Tenggara. Ini tentu akan mengembangkan daerah sepanjang lintasan jalur ini menjadi sebuah zona perekonomian dan akan memacu laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada 2016, jumlah kunjungan wisatawan dari Daratan China ke Indonesia telah mencapai 1,453 juta. China telah menjadi negara asal wisatawan asing terbanyak di Indonesia. Dalam dua bulan pertama tahun ini saja jumlah kunjungan wisatawan dari China mencapai 400.000 sehingga ada kemungkinan total kunjungan wisatawan China akan menembus dua juta sepanjang 2017. Kedua negara berupaya maksimal demi mewujudkan target Presiden Jokowi untuk mendatangkan 10 juta wisatawan China dalam periode 2015-2019. Sementara itu, 14.000 mahasiswa Indonesia saat ini sedang menempuh studi di China, dan China telah menjadi negara tujuan terbesar kedua mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri.

Sepekan lagi, Forum The Belt and Road untuk Kerja Sama Internasional akan dibuka. Dalam forum ini, sekali lagi Presiden Xi Jinping dan Presiden Jokowi akan menggelar pertemuan bilateral resmi. Saya percaya, forum tingkat tinggi kali ini akan membuka lembaran baru kerja sama internasional dalam kerangka OBOR, meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan antara China dan Indonesia, yang mengejawantahkan keharmonisan orkestra "angklung". Saya juga meyakini, kedua negara akan terus mengembangkan Semangat Jalur Sutra demi tercapainya sinergi antara strategi pembangunan kedua negara, serta kerja sama nyata yang menyeluruh dan mendalam. Semua ini akan menjadi motor penggerak bagi pembangunan di kedua negara demi tercapainya kesejahteraan rakyat masing-masing serta demi berkontribusi bagi kemakmuran di tingkat kawasan maupun dunia.

XIE FENG

Duta Besar China untuk Indonesia

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul ""Orkestra Angklung" RI-China".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger