Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 Mei 2017

TAJUK RENCANA: Dampak Kecerdasan Buatan (Kompas)

Dampak invasi masif produk kecerdasan buatan yang bisa mengancam lapangan kerja dan ekonomi menjadi sorotan Kompas beberapa hari terakhir.

Pesan yang kita tangkap adalah fenomena ini perlu kita respons dan kelola dengan tepat, baik, arif, dan bijaksana. Invasi produk ini juga menuntut adaptasi di semua tingkatan: masyarakat, bisnis, pemerintah. Para pengamat sudah mengingatkan efek kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada kehidupan sehari-hari, masyarakat, lingkungan, iklim usaha, sistem dan struktur perekonomian.

Peran teknologi robotik di banyak negara telah menggusur dan mengonsep ulang peran manusia di berbagai bidang. Mulai dari tugas sederhana, membangun gedung, bahkan nantinya mungkin menggantikan peran manusia berpikir, atau malah merekonstruksi ulang struktur otak manusia itu sendiri.

Sejumlah profesi terancam hilang dan sejumlah sektor dipastikan akan terdampak. Bagi Indonesia, ini persoalan serius mengingat problem besar demografi dan struktur ekonomi sangat padat karya yang dihadapi. Manifestasinya bisa pada lapangan kerja, struktur ekonomi, sosial politik.

Seperti diungkapkan ahli fisika kuantum Stephen Hawking, AI bisa positif, bisa pula negatif. Di satu sisi menciptakan peluang dan potensi bisnis yang luar biasa masif. Otomatisasi dan digitalisasi meningkatkan produktivitas, efisiensi, pendapatan, lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya kesejahteraan manusia.

Namun, di sisi lain, AI mengubah seluruh konstruksi dan tatanan yang bukan tak mungkin berefek destruktif. AI yang dimaksudkan menjadi solusi seluruh masalah yang dihadapi manusia berubah jahat atau bahkan membinasakan manusia itu sendiri. Menggusur peran manusia secara permanen, memicu perang, dan tindakan destruktif lain. Jangka panjang, menghapus kendali dan juga kecakapan manusia, menjadi monster mengancam kemanusiaan itu sendiri.

Oleh karena itu, kuncinya adalah bagaimana mengelola secara baik, untuk tujuan positif meningkatkan kesejahteraan. Kita tak perlu alergi. Sebaliknya, menjadi tantangan besar bagi kita, bagaimana kita bisa memanfaatkan momentum dan potensi sangat besar yang kita miliki, untuk bersaing di bisnis yang kini terbuka lebar ini.

Perhatian pemerintah, swasta, dan berbagai lembaga pada usaha rintisan (start up) di bidang ini memang mulai terlihat beberapa tahun terakhir. Beberapa bahkan serius di bidang riset dan pengembangannya. Namun, dukungan itu dirasa masih sangat kurang oleh para pelaku industri ini.

Sebagaimana di bidang lain, problem yang dihadapi usaha rintisan umumnya pendanaan dan iklim usaha kurang mendukung. Kita juga butuh pusat-pusat inkubasi yang memungkinkan kerja sama lintas institusi dan kolaborasi antarpenyedia jasa/developer lokal serta mencetak sebanyak mungkin tenaga pengembang yang akan bersaing di pasar. Rambu-rambu dan aturan hukum jelas diperlukan agar tak ada penyalahgunaan. Perlu peran proaktif semua pihak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Dampak Kecerdasan Buatan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger