Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 16 Mei 2017

TAJUK RENCANA: Ebola Kembali Menyerang (Kompas)

Ebola muncul lagi di Republik Demokratik Kongo. Dunia pun khawatir karena kejadian lokal ini bisa mengancam kawasan regional, bahkan global.

Meski Menteri Kesehatan Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) sudah menyatakan agar tidak panik karena infeksi terjadi di tempat terpencil yang dikelilingi hutan, tetap saja orang waswas karena mudahnya virus ini menular dan merenggut nyawa.

Kita memang tidak boleh terlena menghadapi ebola walau sepanjang tahun 2016 sampai pertengahan 2017 nyaris tidak ada kasus ebola yang dikabarkan media. Dunia yang kini serba terbuka dan saling berkoneksi mempermudah penyebaran penyakit, termasuk ebola.

Tahun 2014, ebola menyebar di negara-negara sepanjang pantai Afrika Barat. Dari Guinea, virus itu menjalar ke Sierra Leone, Liberia, Senegal, dan Nigeria. Bahkan, Maret 2014, ebola terbukti menyeberangi lautan hingga Madrid, ibu kota Spanyol, dan Dallas, Amerika Serikat. Wabah ebola saat itu telah menewaskan lebih dari 11.300 orang dan menginfeksi 28.600 orang.

Wabah yang tak terkontrol, betapa pun jauhnya lokasi kejadian, berpotensi mengancam seluruh penduduk Bumi. Menurut Direktur Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) Tom Frieden, ini karena manusia menghirup udara yang sama dan menikmati penerbangan yang sama, yang mudah mengangkut penyakit dari satu tempat ke tempat lain (Time, 25/8/2014).

Tidaklah mengherankan jika kemunculan kembali ebola di RD Kongo memicu kekhawatiran baru, apalagi total kasus sudah mencapai 11 orang, tiga orang di antaranya meninggal. Sampai 2017, RD Kongo sudah delapan kali dilanda ebola dari sejak dideteksi pertama tahun 1976.

Nama ebola pun berasal dari nama sungai kecil di RD Kongo, tempat asal virus ditemukan. Saat itu, ebola telah menewaskan 280 penduduk—dari 318 kasus—di Yambuku, Zaire, sekarang Republik Demokratik Kongo. Dengan tingkat kematian 40-90 persen, ebola memang menjadi momok yang menakutkan. Virus dari famili Filoviridaeini menular lewat kontak langsung dengan cairan tubuh penderita dan memicu perdarahan.

Hingga saat ini, 11 negara Afrika sudah terkena, juga Spanyol dan Amerika Serikat, meski dari strain yang berbeda. Di Indonesia pun, tiga orang pernah diduga tertular meski hasil uji laboratoriumnya negatif.

Dengan demikian, ancaman sudah di depan mata. Betul, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menguji coba vaksin penangkal ebola dengan hasil menggembirakan, tetapi jumlahnya baru 300.000 vaksin dan mungkin tidak mencukupi jika terjadi pandemi. Maka, kesiapan sungguh diperlukan. Laboratorium dengan Biology Safety Level (BSL) yang sudah dimiliki Indonesia perlu diperbanyak dan dipelihara. Demikian pula halnya dengan kemampuan deteksi dini dan prosedur penanganannya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Ebola Kembali Menyerang".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger