Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 18 Mei 2017

TAJUK RENCANA: Konstitusi sebagai Acuan (Kompas)

Presiden Joko Widodo bertemu dengan pemimpin agama. Presiden menyatakan akan menindak tegas segala ucapan yang mengganggu persatuan bangsa.

Para pemuka agama menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Presiden meminta anak bangsa untuk tidak saling menghujat.

Didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Presiden Jokowi telah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk tidak ragu-ragu menindak segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan kesatuan, yang mengganggu NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Kita mengapresiasi langkah Presiden bertemu dengan pemuka agama dan menyampaikan sikap politik kebangsaan dan kenegaraan secara terbuka. Pertemuan serupa bisa dikembangkan lebih luas, termasuk dengan pimpinan lembaga negara dan juga partai politik untuk menyampaikan visi bersama soal NKRI dan Pancasila serta menjadikan konstitusi sebagai acuan hidup bersama.

Setelah Pilkada DKI Jakarta, situasi kebangsaan Indonesia bergerak ke arah ekstrem mengkhawatirkan. Tenun kebangsaan sedikit terkoyak dalam kontestasi pilkada yang tidak patut untuk menjadi contoh pilkada sebagai ajang kontestasi gagasan. Fenomena pengerahan massa penekan terjadi di beberapa tempat. Polarisasi yang berkepanjangan bisa ditunggangi kelompok yang punya tujuan mengganggu stabilitas politik di Indonesia.

Karena itu, sangatlah tepat jika Presiden mengimbau anak bangsa untuk tidak saling menghujat dan menjelekkan satu sama lain. Namun, di sisi lain, Presiden memerintahkan aparat hukum untuk menindak tegas ucapan dan tindakan yang melanggar hukum.

Melalui media sosial, kita mencermati bagaimana para pengguna media sosial mulai mendekonstruksi, menciptakan gambaran buruk, terhadap para pemimpin bangsa dan berbagai isu, termasuk terhadap Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Cara pemecahbelahan pemimpin bangsa itu tidak akan produktif bagi pembangunan bangsa ini dan pembangunan demokrasi Indonesia.

Kita bersyukur Presiden Jokowi dan Wapres Kalla yang dipilih rakyat melalui mekanisme demokrasi pada Pemilu 2014 tetap konsisten bekerja untuk berkontribusi bagi pendewasaan demokrasi bangsa ini.

Presiden Jokowi dan Wapres Kalla harus bisa menjadi negarawan dan berbagi peran dalam pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita pendirian negara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Soliditas pemerintahan dibutuhkan untuk itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Konstitusi sebagai Acuan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger