Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 15 Juni 2017

Impor Daging Kerbau//Tanggapan Zenith Pharmaceuticals//Tanggapan Agung Toyota (Surat Pembaca Kompas)

Impor Daging Kerbau

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) tahun 2015 menyatakan, India termasuk negara yang tertular penyakit mulut dan kuku atau PMK. Penyakit ini termasuk dalam kategori zoonosis, yaitu penyakit hewan yang ditularkan ke manusia dan sebaliknya.

Menghadapi zoonosis, Indonesia memiliki dua undang-undang yang tidak terpisahkan, yaitu UU tentang kesehatan hewan—antara lain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan—dan UU kesehatan pada manusia, antara lain UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Impor daging kerbau dari India seharusnya menggunakan kedua UU di atas, bahkan plus UU pangan. Namun, pada kenyataannya hanya menggunakan UU No 41/2014 tentang Perubahan UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Jika hanya berdasarkan UU kesehatan hewan, memang impor daging kerbau dari India diperbolehkan. UU No 41/2014 tentang Perubahan UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Pasal 59 Ayat 2 menyebutkan, diizinkan impor daging dari zona negara tertular penyakit bersifat zoonosis. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 129/PUU-XIII/2016 mengizinkan impor dengan persyaratan.

Namun, UU kesehatan hewan bertentangan dengan UU kesehatan manusia. Dalam UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 5 Ayat d menyebutkan: semua produk hewani diduga tercemar penyakit menular (zoonosis) harus dimusnahkan. Dengan demikian, daging kerbau dari India itu cacat hukum dan harus dilarang.

Hal ini ditunjang UU No 18/2012 tentang Pangan. Pasal 67 Ayat 2d melarang peredaran bahan pangan hewani yang mengandung penyakit. Daging kerbau impor dari India berasal dari negara tertular zoonosis. Karena itu, impor daging kerbau dari India dilarang atau cacat hukum.

Kesimpulannya, impor daging kerbau dari India melanggar hukum dan harus dihentikan.

DR DRH MANGKU SITEPOE

Jl Kebon Nanas II/3 Jakarta 12210

Tanggapan Zenith Pharmaceuticals

Berita di Kompas, Rabu (7/6), berjudul "Marak 'Pil Jin' di Banjarmasin", menginformasikan bahwa banyak masyarakat Banjarmasin yang mengonsumsi obat Carnophen untuk mabuk-mabukan. Mereka membeli secara ilegal di daerah Pasar Baru, Banjarmasin.

Terkait pemberitaan tersebut, kami PT Zenith Pahrmaceuticals yang berkedudukan di Semarang, sebagai pihak yang juga disebut pada pemberitaan tersebut, dengan ini menyampaikan bahwa benar kami pernah memproduksi obat dengan merek Carnophen sejak 1987 sampai 2009.

Namun, sejak 2009, izin edar obat merek Carnophen itu kami kembalikan ke Badan POM (surat nomor 135/AA/XI/2009 tertanggal 10 November 2009). Dengan demikian, kami tidak memproduksinya lagi.

Karena izin edar obat tersebut dikembalikan ke Badan POM, dapat dipastikan bahwa obat yang beredar tersebut ilegal. Selanjutnya, segala risiko dari beredarnya obat tersebut di pasaran di luar tanggung jawab kami.

Kepada pihak-pihak yang masih mengedarkan obat ilegal tersebut dengan menggunakan kemasan, logo, dan identitas PT Zenith Pharmaceuticals, kami minta menghentikannya atau kami melakukan upaya hukum.

DRS AGUS SIDHARTA APT

Plant Manager PT Zenith Pharmaceuticals, Jl Tambak Aji 1, Semarang

Catatan Redaksi:

Terima kasih atas penjelasan yang Saudara sampaikan.

Tanggapan Agung Toyota

Menanggapi surat Bapak Rikhasman (Kompas, 2/6), kami dari pihak Agung Automall Ma.Bungo telah bertemu dengan pelanggan dan mengecek ulang keluhan pada kendaraannya.

Temuan masalah, penjelasan, dan saran telah kami sampaikan kepada Bapak Rikhasman, dan yang bersangkutan menerima penjelasan serta solusi dari kami.

BAMBANG SUPRAPTO

Kepala Cabang Agung Automall Ma. Bungo, Muara Bungo, Jambi

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juni 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger