Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 10 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Jalan Terjal Menghadang May (Kompas)

Alih-alih mendapat lebih banyak dukungan untuk bernegosiasi dengan Uni Eropa, Partai Konservatif Inggris malah kehilangan mayoritas parlemen.

Perdana Menteri Inggris Theresa May pada April lalu mengumumkan, pemilu dipercepat pada 8 Juni 2017 setelah berbulan-bulan dengan tegas menolak usulan pemilu lebih cepat karena akan membuat instabilitas. May saat itu merasa momentum berada di pihak Konservatif karena popularitas Partai Buruh yang menjadi oposisi merosot tajam. Dalihnya, pemerintah butuh dukungan besar untuk negosiasi sulit keluar dari Uni Eropa (UE).

Pertaruhan yang dilakukan May ini ternyata sangat berisiko. Hasil pemilu memperlihatkan, perolehan suara Konservatif merosot dan malah kehilangan mayoritas di parlemen. Partai yang melahirkan sejumlah nama besar PM Inggris, seperti Winston Churchill dan Margaret Thatcher, ini memang meraih suara terbanyak. Namun, alih-alih meraih lebih banyak dukungan, parlemen Inggris kini menjadi "parlemen menggantung" karena tak ada satu pun partai yang memiliki suara mayoritas.

Sejumlah analisis muncul, mengapa Konservatif, yang dua bulan lalu unggul dalam jajak pendapat hingga 20 poin persentase dari Buruh, justru kehilangan banyak dukungan. Salah satunya adalah manifesto Konservatif yang antara lain akan memotong biaya perawatan kesehatan kaum lansia, yang merupakan konstituen Konservatif.

Sebaliknya, manifesto Partai Buruh dinilai lebih menarik bagi pemilih, terutama dari kalangan muda. Manifesto Buruh memuat isu domestik dan hal-hal yang menjadi keseharian warga, seperti jaminan kesehatan, uang sekolah, dan jam kerja, yang bagi pemilih lebih menarik daripada isu Brexit yang diunggulkan Konservatif.

Manifesto Buruh juga memasukkan seksi tambahan untuk program keamanan dan kontraterorisme. Hal ini menjadi perhatian khusus pemilih setelah tiga serangan teror melanda Inggris sejak Maret. Dua yang terakhir, serangan bom bunuh diri di Manchester dan serangan di London Bridge, terjadi pada masa kampanye. Justru kubu Konservatif yang dikecam karena adanya pengurangan jumlah polisi hingga 20.000 personel.

Hal lain yang kurang diperhitungkan May adalah para pemilih yang khawatir dengan masa depan Inggris setelah keluar dari UE. Apalagi ada opsi pemerintahan May memilih hard Brexit, keluar sepenuhnya dari pasar tunggal Eropa. Mereka bergabung dengan para pemilih muda dan warga yang tidak memberikan suaranya pada referendum Brexit tahun lalu, mendorong partisipasi pemilih kali ini dan melonjakkan dukungan bagi Partai Buruh.

Kini, jalan terjal menghadang May, dalam urusan domestik ataupun negosiasi dengan UE. Negosiasi keluarnya Inggris dari UE akan sulit karena May tak cukup mendapat dukungan di dalam negeri, khususnya parlemen.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Jalan Terjal Menghadang May".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger