Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 22 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Politik Mengancam (Kompas)

Anggota Panitia Angket DPR, Misbakhun, mengancam tidak memberi anggaran bagi Polri dan KPK. Alasannya, mereka tidak menghormati DPR.

Politik ancam-mengancam tampaknya menjadi tren akhir-akhir ini. Sebelumnya, anggota Panitia Angket DPR mengancam akan melakukan upaya paksa jika anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura, Miriam S Haryani, yang ditahan KPK, tidak memenuhi panggilan panitia angket.

Ketua KPK Agus Rahardjo berkirim surat kepada DPR tidak bisa menghadirkan Miriam karena pemanggilan oleh DPR mengganggu proses menegakkan hukum. KPK berpendapat, pemanggilan Miryam oleh Panitia Angket DPR adalah upaya menghalangi proses hukum.

Atas surat dari KPK itu, Panitia Angket DPR meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan upaya paksa. Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan belum bisa memenuhi permintaan panitia angket karena belum ada hukum acara soal upaya paksa untuk sebuah "pengadilan politik". Sebagai reaksi atas sikap KPK dan Polri, anggota panitia angket, Misbakhun, mengancam tidak memberikan anggaran untuk Polri dan KPK.

Politik mengancam mempertontonkan bagaimana DPR sedang menggunakan kekuasaannya, termasuk hak angket, untuk melindungi kepentingan dirinya. Penyelidikan KTP elektronik yang menyebut-nyebut sejumlah anggota DPR ikut terlibat menjadi ancaman nyata bagi DPR.

KPK memang bukan tanpa kesalahan. Namun, tingkat kepercayaan publik kepada KPK masih lebih baik daripada kepercayaan pada partai politik dan DPR. Kehadiran KPK masih dirasakan manfaatnya dalam pemberantasan korupsi dengan serial operasi tangkap tangan yang digelarnya. Pemberantasan korupsi oleh KPK adalah cita-cita reformasi untuk mengurangi korupsi dari negeri ini.

Politik mengancam sebagai model mekanisme bertahan DPR jelas amat jauh dari nilai Pancasila yang belakangan digemakan Presiden Joko Widodo. Ancaman anggota DPR untuk tidak memberikan anggaran pada KPK dan Polri adalah politik kekanak-kanakan dan cenderung lebih bersahabat kepada para koruptor yang memperkaya diri sendiri. Dengan KPK dan Polri tidak diberikan anggaran, otomatis kedua lembaga itu akan lumpuh serta bersoraklah para koruptor dan pelaku kriminal di bumi ini.

Anggota DPR tidak perlu ancam-mengancam, termasuk dengan politik anggaran. DPR seharusnya introspeksi mengapa citranya di publik buruk. Anggaran negara itu bukan uang milik DPR. Itu uang rakyat yang dipungut dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak. Jika ada perbedaan pandangan, selesaikan melalui mekanisme konstitusional. Seperti dilakukan sejumlah orang yang meminta Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir soal hak angket KPK melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Politik Mengancam".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger