Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 28 Juli 2017

ARTIKEL OPINI: Demografi Indonesia 2045 (SURYA CHANDRA SURAPATY)

Hari Kependudukan Sedunia 11 Juli 2017 diperingati dengan tema "Keluarga Berencana, Memberdayakan Penduduk, dan Membangun Bangsa". Tema ini seiring dengan Hari Keluarga Nasional XXIV pada 29 Juni 2017, "Dengan Hari Keluarga Nasional, Kita Bangun Karakter Bangsa Melalui Keluarga yang Berketahanan".

Kedua peringatan ini menandakan pentingnya isu kependudukan dan keluarga di Indonesia. Menjelang hari kemerdekaan 17 Agustus 2017, isu kependudukan dan keluarga perlu direnungkan transformasinya saat 100 tahun Indonesia merdeka, 2045. Adakah perubahan sosial yang bermakna? Manakah capaian yang baik? Mana pula yang masih perlu dibenahi?

Indonesia merupakan negara peringkat keempat penduduk terbanyak sedunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan menembus 265 juta jiwa, lebih besar ketimbang negara berkembang lain. Menurut data BPS, Indonesia mengalami stagnasi angka kelahiran total sejak 2002 hingga 2012 pada angka 2,6 anak per wanita. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) per tahun juga lebih tinggi dari harapan, 1,49 persen per tahun, dari perkiraan 1,45 persen per tahun. Oleh karena itu, pemerintah terus berjuang menurunkan angka kelahiran penduduk total (total fertility rate) melalui program KB.

Kepadatan penduduk memengaruhi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Fenomena alih fungsi lahan makin gencar terjadi, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Lahan sawah atau kebun terdesak oleh makin banyaknya jumlah penduduk, perlahan menjadi permukiman warga. Dampaknya, kawasan hutan pun dirambah untuk lahan garapan baru.

Data menunjukkan laju degradasi hutan tropis di Kalimantan sejak 1950 hingga sekarang telah memusnahkan 65 persen lahan hutan di sana. Dengan tingginya laju perusakan lingkungan ini, tidak heran apabila banyak musibah bencana alam, seperti tanah longsor di Ponorogo, Jawa Timur, atau banjir bandang di Sumatera Barat pada awal tahun ini. Semua akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali yang merusak ekosistem alami.

Kondisi kependudukan

Bagaimana perbedaan kondisi kependudukan saat ini dan 2045? Tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan 318 juta jiwa dengan asumsi angka kelahiran dapat ditekan moderat. Angka kelahiran total penduduk diproyeksikan 1,93 anak per wanita, menandakan slogan "2 anak cukup" sudah berhasil diterima oleh masyarakat. Indeks kesetaraan jender mencapai angka yang baik karena masyarakat tidak membedakan anak lelaki dan perempuan, yang penting mempersiapkan masa depannya dengan baik.

Proporsi penduduk usia produktif 15-64 tahun pada 2045 sebagai modal prasyarat bonus demografi tercapai 66,6 persen. Meskipun angka tahun 2045 sebetulnya telah melewati tahapan era jendela kesempatan (window of opportunity) sebagai titik puncak bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif tertinggi terjadi pada era sebelumnya, 2028-2031, sebesar 67,9 persen. Puncak bonus demografi ini masih memerlukan prasyarat penyediaan lapangan kerja bagi proporsi angkatan kerja yang besar itu, jangan sampai timbul angka pengangguran yang tinggi.

Gambaran penduduk tahun 2045 tidak hanya dilihat secara kuantitas belaka, tetapi juga kualitas. Selain status kesehatan yang semakin membaik, ditandai usia harapan hidup sejak lahir yang meningkat sekitar 71,0 tahun untuk pria dan 74,8 tahun bagi wanita, serta terus meningkatnya proporsi lansia usia 60 tahun ke atas: 15 persen dari total populasi 2045.

Dengan semakin rendahnya tingkat kelahiran penduduk, perhatian terhadap kualitas penduduk juga makin meningkat. Era Indonesia Emas tahun 2045 tinggal 28 tahun. Apakah artinya ini? Berdasarkan pendekatan siklus kehidupan (life cycle), janin yang akan lahir tahun ini (termasuk bayi dan anak balita) adalah kohor penduduk berusia 28-33 tahun pada 2045 menjadi penduduk usia kerja produktif. Mereka harus dipersiapkan kesehatan dan gizinya dengan baik sejak sekarang melalui pengasuhan tumbuh kembang anak yang memadai.

Anak usia sekolah 7-19 tahun pada 2017 ini akan menjadi kohor penduduk usia 35 sampai 47 tahun pada 2045, yaitu kelompok yang menguasai pasar kerja Indonesia. Kelompok usia inilah yang berada pada puncak kinerja yang tertinggi saat itu sesuai tahapan usia manusia. Berarti terhadap kelompok kohor ini dari sekarang harus dibekali pendidikan pengetahuan dan keterampilan yang andal, ditanamkan jiwa kewirausahaan agar kelak dapat mencetak lapangan kerja secara mandiri, serta penanaman ajaran budi pekerti melalui revolusi mental. Di samping pendidikan akademis untuk penguasaan iptek, semangat wirausaha harus dilecut agar kelak menjadi tenaga kerja mandiri.

Penduduk dewasa atau angkatan kerja produktif tahun 2017, berusia 25-60 tahun, adalah juga para orangtua yang saat ini sedang mendidik dan membesarkan putra-putrinya. Penduduk ini juga nantinya akan menjadi kohor penduduk lansia 2045. Di pundak para orangtua inilah tanggung jawab mengajarkan dan menanamkan nilai luhur Pancasila. Berhasil tidaknya mencetak generasi penerus Indonesia 2045 ditentukan oleh para orangtua pada masa sekarang. Apabila saat ini mereka masih berperilaku tidak jujur, berbohong, atau ingkar janji, tidak usah heran jika kelak, 2045, masih dijumpai kasus korupsi.

Penduduk usia produktif saat ini, yang akan menjadi lansia tahun 2045, juga perlu meningkatkan kualitas diri. Menjadi lansia tangguh adalah harapan semua orang, yaitu sehat, bermartabat, berkontribusi, dan memberi arti bagi masyarakat sekitar, serta berdaya secara mandiri. Apabila lansia secara umum masih mampu berkontribusi secara ekonomi, bukan tidak mungkin Indonesia kembali mengalami bonus demografi tahap kedua (second phase of demographic dividend).

Tingkat keluarga

Gambaran kependudukan Indonesia tersebut perlu ditelaah secara lebih mendalam pada unit masyarakat yang lebih mikro, yakni tingkat keluarga. Pemanfaatan hasil pendataan keluarga di Indonesia sangat penting untuk memberikan gambaran dinamika kependudukan pada tingkat keluarga, terutama apabila dikaitkan pendekatan siklus kehidupan (life cycle) antar-anggota keluarga itu sendiri. Banyak informasi berharga dari pendataan keluarga yang akan membandingkan situasi keluarga Indonesia saat ini dengan tahun 2045, di samping bermanfaat bagi perencanaan program intervensi.

Selain pendidikan formal, generasi kita tetap harus dibentengi tatanan budi pekerti sebagai warga negara Indonesia yang baik. Nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam hidup sehari-hari. Hal ini dapat dituangkan dalam semangat revolusi mental, yang oleh Bung Karno diartikan sebagai "gerakan menggembleng manusia Indonesia dengan cara mengubah nilai, keyakinan, pola pikir, tingkah laku dan budaya, agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala".

Revolusi mental dijabarkan dalam tiga nilai utama karakter manusia Indonesia, yang dapat diaplikasikan dalam keseharian, yaitu nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong.

Integritas dikaitkan dengan perilaku jujur, dapat dipercaya, konsisten antara pikiran dan perkataan serta perbuatan, dan bertanggung jawab. Adapun etos kerja berkaitan dengan sifat pekerja keras, kerja cerdas, inovatif, produktif, tahan banting, dan selalu optimistis. Sementara nilai gotong royong dikonotasikan dengan kemampuan bekerja sama, solidaritas komunal, serta mengutamakan kemaslahatan umum.

Harus diakui, pada tingkat paling mikro, nilai-nilai itu terbukti paling efektif diterapkan di lingkungan keluarga. Sebagai contoh yang paling marak saat ini, seperti nilai kejujuran dalam menangkal bibit perilaku korupsi, harus ditanamkan sejak usia dini dan paling efektif jika orangtua di dalam keluarga memberikan contoh teladan kejujuran secara nyata. Peran keluarga sangat menentukan sebagai wahana pertama dan utama dalam menyemai nilai dan norma yang baik dalam pembangunan masyarakat dan bangsa.

Kontribusi dalam pembangunan itu harus secara merata dan berkeadilan agar hasilnya juga dapat dinikmati oleh seluruh penduduk NKRI, dari Sabang hingga Merauke. Dari segi mobilitas, saat ini persebaran penduduk Indonesia masih timpang. Pulau Jawa yang luasnya hanya 7 persen dari wilayah Indonesia didiami oleh 58 persen penduduk Indonesia.

Dari sisi kepadatan penduduk, negeri kita mengalami disparitas distribusi, dari provinsi Papua yang hanya 8 jiwa manusia per kilometer persegi hingga provinsi DKI Jakarta yang mencapai 17.000 jiwa manusia per kilometer persegi. Pola distribusi penduduk antarpulau besar di Indonesia cenderung tidak banyak berubah.

Data Sensus Penduduk yang terakhir tahun 2010, sebesar 1 persen penduduk di Pulau Jawa "berpindah" ke Sumatera yang menjadi 21 persen. Selebihnya, persentase distribusi penduduk di pulau yang lain tetap sama. Sulawesi 7 persen, Kalimantan 5 persen, Bali dan Nusa Tenggara 5 persen, serta Maluku dan Papua 2 persen.

Kondisi distribusi penduduk yang timpang ini sedang dicarikan solusinya. Pemerintah saat ini giat membangun jalur transportasi yang membelah pedalaman Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Jalur tol laut juga sedang digarap untuk membangun konektivitas antarwilayah dan kepulauan sehingga arus mobilitas manusia serta komoditas barang dan jasa lebih lancar. Dengan demikian, denyut nadi perekonomian tidak hanya didominasi Jawa. Apabila pertumbuhan ekonomi telah merata se-Indonesia, pada 2045 distribusi penduduk antarpulau besar di Indonesia diharapkan semakin merata.

Dengan wacana kontemplasi memperingati tiga momentum besar: Hari Keluarga Nasional 29 Juni, Hari Kependudukan Sedunia 11 Juli, dan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, apa sajakah pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan? Pemerintah tidak akan mampu berjalan sendiri, tetapi harus bergandengan tangan dengan pemerintah daerah, elemen masyarakat dan sektor swasta, serta akademisi demi mencapai target harapan yang diinginkan tentang penduduk Indonesia ideal tahun 2045.

Tidak hanya pemerintah, masyarakat pun dituntut peran dan tanggung jawabnya secara kolektif bahwa terwujudnya generasi penerus bangsa yang bersih dan andal sangat ditentukan oleh pola asuh dan perhatian dari para orangtua di setiap keluarga melalui pembentukan karakter manusia dengan revolusi mental. Bahwa segala investasi dan peneladanan para orangtua saat ini, akan memetik hasil saat generasi penerus kita tahun 2045 nanti, menampilkan karakter dan kualitas mereka, demi membawa negeri ini menuju kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Semoga.

SURYA CHANDRA SURAPATY

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Demografi Indonesia 2045".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger