Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 21 Juli 2017

ARTIKEL OPINI: Politik Adam Malik (ASVI WARMAN ADAM)

Apabila Menteri Susi Pudjiastuti yang merupakan lulusan SMP diundang memberi kuliah di Universitas Harvard, AS, Adam Malik yang hanya lulusan HIS (setingkat sekolah dasar)bisamenjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB tahun 1971/1972.

Di bawah kepemimpinannya, China diterima menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia kemudian menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.

Lahir di Pematang Siantar, 22 Juli 1917, ia sudah aktif berorganisasi sejak usia 17 tahun. Berperawakan kecil, ia dijuluki Si Kancil. Teman-temannya mengatakan, ia tidak banyak makan nasi, yang banyak adalah "makan minyak rambut" karena rambutnya selalu tersisir rapi.

Ia merantau ke Jawa dan beberapa bulan menginap di rumah Yahya Nasution, pengikut Tan Malaka yang kemudian dibuang ke Digul. Di lingkungan ini, Adam Malik terbiasa dalam gerakan bawah tanah menentang penjajah. Pengalaman berorganisasi dan pekerjaan sebagai wartawan (ia salah seorang pendiri Antara ketika berumur 20 tahun) memudahkannya menjalankan tugas kelak sebagai diplomat dan ketua parlemen.

Kiprah "Si Kancil"

Cukup langka tokoh nasional yang berperan penting dalam perjuangan mencapai merdeka dan mengisi kemerdekaan pada dua rezim pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Ia termasuk aktivis pemuda yang membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, 15 Agustus 1945, dan mendesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Ia juga termasuk komite aksi yang mengerahkanmasyarakat untuk menghadiri rapat akbar, 19 September 1945, di Lapangan Ikada, Jakarta, untuk menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk. Selanjutnya, ia menjadi salah seorang ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).Ia pendiri Partai Rakyat, yang kemudian bergabung dengan Partai Murba. Dalam Pemilu 1955, ia terpilih sebagai anggota parlemen.

Pada 1959, ia diangkat Soekarno sebagai duta besar untuk Uni Soviet dan Polandia guna mengurus pembelian senjata dalam rangka pembebasan Irian Barat. Sejalan dengan ini, ia ditunjuk menjadi Ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda dalam kasus Irian Barat pada 1962. Ia pun diangkat Soekarno sebagai Menteri Perdagangan. Kemudian Adam Malik bergabung dengan Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS) yang berseberangan dengan PKI.

Pasca-G30S pada 1965, ia segera memperoleh posisi strategis. CIA memberikan bantuan Rp 50 juta (10.000 dolar AS) untuk Komite Aksi Pengganyangan Gestapu yang diserahkan melalui sekretaris Adam Malik. Demikian pula daftar pengurus PKI yang dikumpulkan Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Setelah penyerahan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966, Adam Malik dipercaya Soeharto menjadi salah seorang anggota "triumvirat" bersama dengan Sultan Hamengku Buwono IX. Adam Malik untuk mengurus politik luar negeri dan Sultan HB IX mengupayakan perbaikan ekonomi melalui pinjaman daninvestasi modal asing.

Pada 27 Maret 1966, Adam Malik diangkat Soeharto sebagai Menteri Luar Negeri dan 30 Maret 1966 ia mengatakan tugas pertamanya adalah mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia.

Politik luar negeri Indonesia pasca-1965 lebih pragmatis dengan kembali masuk PBB. Agar dapat melaksanakan pembangunan ekonomi nasional, lingkungan regional mesti aman terbebas dari konflik. Maka, dibentuklah ASEAN pada 1967 dan Adam Malik menjadi salah seorang deklarator.

Adam Malik keluar dari Murba karena sikap partai ini yang menentang modal asing. Empat tahun kemudian, ia masuk Golkar dan selanjutnya terpilih sebagai Ketua DPR/MPR pada 1977. Tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR, Maret 1978, ia terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ketiga menggantikan Sultan Hamengku Buwono IX, yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.

Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang nyaman dengan hanya meresmikan proyek dan membuka seminar. Dalam beberapa kesempatan, ia mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme pemimpin nasional yang sering berlaku sebagai "tuan kebun".

Kritik ini sebetulnya sudah diajukan Tan Malaka beberapa puluh tahun sebelumnya. Adam Malik juga berbeda pandangan dengan Soeharto mengenaipemulihan hubungan diplomatik denganChina. Soeharto menentangnya dan baru merealisasikan secara terlambat satu dekade kemudian.

Sebagai seorang pejabat, Adam Malik sering mengatakan "semua bisa diatur". Ungkapan itu bisa dilihat pula sebagai otokritik bahwa di negara ini "semua bisa diatur" dengan uang.

Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984. Hermawan Sulistyo dalam majalah Prisma (1991) menjelaskan ideologi Adam Malik: "Dari Kiri ke Kanan". Menurut hemat saya, lebih tepat "Dari Kiri ke Kanan, Kembali ke Kiri".

Beberapa masalah sejarah

Dalam buku Tim Weiner, Membongkar Kegagalan CIA, disebutkan Adam Malik direkrutsebagai agen CIA oleh Clyde McAvoy yang pada 1964 bertugas di Jakarta. Weiner mewawancarai McAvoy pada 2005, empat puluh tahun setelah kejadian. Weiner kurang menyadari kelemahan sejarah lisan, seorang pelaku yang ditemui dalam tempo lama setelah peristiwa memiliki "kesempatan kedua" (melebihkan perannya atau mengurangi kesalahan yang bersangkutan). McAvoy mengklaim Adam Malik pejabat tertinggi Indonesia yang berhasil direkrutnya. Tuduhan tersebut jelas tanpa bukti karena kontak sesama diplomat adalah sesuatu yang lumrah. Dalam pertemuan itu bisa terjadi pertukaran informasi tanpa yang bersangkutan menjadi agen rahasia negara asing.

Ketika menjadi wakil presiden pada 1982, Adam Malik sempat meluruskan sejarah Tugu Tani yang dituduh Sarwo Edhie Wibowo sebagai "patung Komunis".Menurut Adam Malik, patung itu disiapkan jauh sebelum meletus G30S. Soekarno meresmikan patung tersebut pada 1963.

Menurut Adam Malik, tatkala mengunjungi Uni Soviet sekitar 1960, Soekarno memintanya—sebagai Duta Besar Indonesia di Moskow—mencari pematung terkenal Rusia guna membuat patung perjuangan pembebasan Irian Barat. "Dengan demikian, patung tersebut bukanpemikiran orang Soviet, melainkan pesanan Bung Karno sendiri," ujar Adam Malik.

Idenya, seorang ibu rela melepas anaknya merebut Irian Barat. Dalam adegan perpisahan itulah sang ibu memberikan sebungkus nasi kepada pemuda yang akan berangkat ke medan juang.

Satu abad setelah kelahirannya, bangsa Indonesia patut mengenang perjuangan dan jasa Adam Malik untuk negara ini.

ASVI WARMAN ADAM

Sejarawan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juli 2017, di halaman 7 dengan judul "Politik Adam Malik".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger