Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 28 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Butuh Kerja Lebih Keras (Kompas)

Radikalisasi pekerja Indonesia di luar negeri pernah dilaporkan terjadi di Singapura tahun lalu dan sekarang dikabarkan sudah menyebar di Hongkong.

Akhir tahun lalu, Singapura memaparkan sedikitnya ada lima pekerja asing terpapar radikalisme dan terorisme meskipun mereka belum menimbulkan ancaman keamanan. Kelimanya adalah bagian dari 70 pekerja asing yang diawasi Pemerintah Singapura.

Pernyataan Pemerintah Singapura itu keluar setelah Detasemen Khusus 88 menangkap empat perempuan yang diduga terkait dengan terorisme. Seorang dari empat perempuan itu, Dia Yulia Novi (27), pernah bekerja di Singapura pada 2008-2009.

Institut Analisis Kebijakan dan Konflik (IPAC) dalam laporan terakhir 26 Juli 2017 memaparkan, lusinan pekerja asal Indonesia yang bekerja di negara Asia Timur, seperti Hongkong dan Taiwan, terlibat dalam beragam aktivitas Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Menurut IPAC, dari 150.000 pekerja Indonesia di Hongkong, setidaknya 45 orang diduga terlibat dalam gerakan NIIS. Masuknya NIIS ke Hongkong setelah terjadi perang saudara di Suriah.

Mengapa mereka bisa terpapar radikalisme dan bagaimana hal itu bisa terjadi? Dr Rohan Gunaratna, Kepala Pusat Riset Internasional Terorisme dan Kekerasan Politik (ICPVTR) di Singapura, mengatakan, NIIS menginvestasikan banyak dana untuk merekrut anggota lewat media sosial. Namun, ada juga yang bergabung dengan NIIS karena mengalami gejolak kehidupan pribadi.

Untuk kasus Hongkong, perkembangan jumlah pekerja asal Indonesia yang pesat membuat orang berlomba, termasuk menyebarkan ajaran salafi dan radikalisme. Di samping itu, pemantauan oleh Konsulat Jenderal RI dan aparat keamanan setempat dianggap lemah.

Sebenarnya, selain pekerja, pelajar atau mahasiswa asal Indonesia juga tidak sedikit yang tertarik pada paham dan gerakan radikalisme. Namun, butuh kerja keras semua pihak agar para pekerja dan pelajar kita tidak ikut-ikutan kelompok itu, baik di dalam negeri maupun di tempat mereka bekerja atau belajar.

Upaya pencegahan untuk pekerja dapat dimulai ketika mereka mendaftar di daerah setempat. Di tingkat nasional, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bisa mengambil peran lebih tegas dan jelas.

Pemantauan juga diperlukan bagi pelajar atau mahasiswa Indonesia di luar negeri, khususnya di negara yang mempunyai organisasi atau kelompok radikal cukup berkembang. Ada banyak motif yang melatari mengapa mereka bergabung dengan kelompok radikal sehingga penanganannya pun tidak mungkin seragam.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Butuh Kerja Lebih Keras".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger