Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 27 Juli 2017

TAJUK RENCANA: DPR AS Tegas soal Rusia (Kompas)

DPR AS secara aklamasi menye- tujui paket sanksi kepada Rusia karena dinilai melakukan agresi ke tetangganya dan menginter- vensi proses demokrasi di AS.

Bersatunya kubu Republik dan kubu Demokrat di AS dalam menyikapi Rusia, 419 setuju berbanding 3 suara, menjadi pesan sangat keras bagi Presiden Donald Trump. Hanya ada dua pilihan bagi Trump, dengan konsekuensi yang sama-sama berat. Ia menandatangani RUU itu, dengan konsekuensi keinginannya yang sangat kuat untuk meningkatkan hubungan dengan Moskwa akan kandas.

Sebaliknya, jika Trump "melawan" kehendak para wakil rakyat dengan memveto RUU itu, dampak politiknya di dalam negeri akan makin berat. Terlebih, Trump dan lingkaran dalam di Gedung Putih saat ini tengah menghadapi penyelidikan terkait campur tangan Rusia. Sesuai prosedur, RUU yang juga menyertakan sanksi terhadap Iran dan Korea Utara itu akan dibahas di tingkat Senat sebelum sampai di tangan Trump. Namun, Senat sudah dipastikan bersikap serupa.

Perkembangan ini muncul bersamaan dengan semakin memanasnya isu Rusia di lingkungan Gedung Putih. Satu demi satu bukti terungkap. Ada dugaan kuat telah terjadi "kolusi" antara tim Trump dan Kremlin untuk memenangi pemilu lalu. Anak tertua dan menantu Trump telah dimintai keterangan oleh Komite Senat.

Trump yang posisinya terus terdesak kini mulai menyasar target baru, Jaksa Agung Jeff Sessions, Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein, dan Hillary Clinton. Melalui media sosial, Trump terus mengecam Sessions yang dinilai "lemah", "tidak loyal", karena menolak terlibat menangani skandal Rusia. Alasan penolakan Sessions adalah demi menjaga integritas karena ia pernah beberapa kali bertemu dengan Dubes Rusia.

Trump memusuhi Rosenstein karena ia menetapkan penyidik khusus Robert Mueller untuk memeriksa kemungkinan keterlibatan Gedung Putih dalam skandal Rusia. Jika Sessions berhasil digusur, Trump berharap jaksa agung baru bisa memecat Mueller dan menghentikan penyelidikan yang sedang berlangsung.

Sementara soal Hillary Clinton sepertinya hanya upaya rutin Trump untuk mengalihkan perhatian dan menyalurkan kebencian. Intinya, masalah bukanlah pada orang yang disebut di atas, melainkan pada diri Trump. Pola kepemimpinannya kini mulai terbaca. Ia akan terus mendesak, menyerang, mengancam, sampai tujuannya tercapai, terlepas apakah cara itu etis atau tidak.

Dalam enam bulan pemerintahannya, dari hari ke hari adalah situasi khaotis dan penuh kontroversi. Seberapa efektif pola kepemimpinan seperti itu, kita lihat bersama.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "DPR AS Tegas soal Rusia".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger