Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 22 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Fondasi yang Belum Kuat (Kompas)

Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu akhirnya disetujui DPR. Upaya musyawarah mufakat gagal. Empat fraksi walk out.

Koalisi partai pemerintah, di luar Partai Amanat Nasional (PAN) yang membelot, mendukung RUU Penyelenggaraan Pemilu dengan ambang batas persyaratan pencalonan presiden 20 persen kursi DPR dan 25 persen suara nasional. Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB kompak dan solid mendukung pemerintah. Dengan disepakati ambang batas itu, tidak ada satu partai pun yang bisa mengajukan sendiri calon presiden dan calon wakil presiden berdasarkan perolehan suara dan kursi Pemilu 2014. PDI-P baru punya sekitar 19 persen suara. Koalisi harus dilakukan.

Upaya mencapai musyawarah-mufakat sesuai dengan sila keempat Pancasila gagal. Fraksi PAN ikut walk out bersama Fraksi Demokrat, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra. Keempat fraksi itu menolak voting dan menghendaki pencalonan presiden tanpa ambang batas, yakni nol persen, sesuai tafsir mereka soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilu serentak. PAN yang punya satu kursi menteri di Kabinet Kerja bersikap berbeda dengan pemerintah.

RUU Penyelenggaraan Pemilu yang sudah disetujui DPR adalah fondasi pelaksanaan Pemilu 2019. Namun, fondasi itu belum kokoh. RUU Penyelenggaraan Pemilu akan dibawa ke MK untuk diuji konstitusionalitasnya, khususnya soal ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan 20-25 persen.

Sebelumnya, pada tahun 2014, MK memutuskan Pemilu 2019 adalah pemilu serentak. Pelaksanaan pemilu presiden, pemilu DPR, pemilu DPD, serta pemilu DPRD provinsi dan kota akan dilangsungkan dalam hari yang sama. Akibat dari putusan MK itu muncul penafsiran bahwa pemilu serentak harus dilakukan tanpa ambang batas pencalonan presiden. Dalam tafsir itu, semua partai politik peserta pemilu berhak mencalonkan siapa presiden dan wakil presiden mereka.

Namun, pihak yang mendukung ambang batas 20-25 persen berpendapat, pemilu serentak tetap dengan ambang batas. Berapa ambang batas termasuk dalamopen legal policy, sebuah kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Realitas politik menunjukkan ambang batas 20-25 persen menjadi persyaratan yang ditetapkan undang-undang.

Biarlah MK menguji konstitusionalitas ambang batas pencalonan presiden. MK harus menjadikan kasus ini sebagai prioritas karena hasilnya akan ditunggu masyarakat dan KPU sebagai penyelenggara pemilu. Jangan sampai MK mengambil putusan seperti dalam kasus cuti kampanye yang diputuskan setelah Pilkada Jakarta berakhir. MK juga harus memikirkan apa pun putusannya. Putusan MK jangan sampai menghambat proses Pemilu 2019. Putusan MK harus mempertimbangkan itu semua.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Fondasi yang Belum Kuat"

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger