Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 28 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Garam yang Tidak Asin (Kompas)

Hari-hari ini konsumen merasakan tingginya harga garam. Situasi ini terasa ironis karena kita memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.

Sejak bulan lalu harga garam konsumsi tinggi, belakangan bahkan tiga kali lipat dari harga normal. Hal ini terjadi karena kurangnya pasokan sejak 2016. Padahal, Juli hingga awal Desember seharusnya musim panen garam.

Tahun lalu, musim kemarau yang basah menyebabkan produksi garam rakyat turun drastis. Produksi garam konsumsi hanya 137.600 ton atau hanya sekitar 4 persen dari target 3 juta ton. Sebagian besar garam konsumsi dipasok garam rakyat yang berasal dari pengeringan air laut. Di beberapa negara, garam berasal dari tambang.

Pasokan dan harga garam konsumsi berfluktuasi karena produksinya tergantung cuaca. Saat musim kemarau yang basah tahun lalu dan tahun ini juga masih turun hujan pada bulan Juli di sejumlah tempat, pasokan pun terganggu.

Garam konsumsi diproduksi di 44 kabupaten. Meskipun menjadi kebutuhan esensial sehari-hari masyarakat dan kebutuhan vital sejumlah industri, produksi garam terkesan belum mendapat cukup perhatian.

Jika kita berjalan di sepanjang pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur pada musim kemarau, akan terlihat petani garam menimba air ke dalam kolam-kolam pengeringan. Mereka mengandalkan panas matahari untuk menguapkan air. Akibat lain, kualitas garam rakyat, yaitu kadar natrium klorida (NaCl) dan kebersihannya, rendah.

Meskipun telah ada teknologi untuk menyaring air laut dan meningkatkan kemampuan pengeringan saat cuaca tidak bersahabat, teknologi itu baru menjangkau sebagian kecil petani garam.

Di sisi lain, ada kebutuhan garam industri untuk pengasinan, penyamakan, kosmetik, dan farmasi yang memerlukan kandungan NaCl tinggi sampai 100 persen.

Banyak saran dan pendapat telah disampaikan untuk memperbaiki produksi dan kualitas garam kita, termasuk kesejahteraan petani garam.

Satu hal perlu segera dilakukan adalah memastikan akurasi data produksi dan konsumsi. Pemerintah tak ingin mengimpor garam konsumsi karena Juli memasuki masa panen garam rakyat. Meski bertujuan melindungi produsen, kepentingan konsumen tak boleh diabaikan.

Kita ingin pemerintah segera meningkatkan kemampuan petani mengadopsi teknologi dan menjaga tata niaga garam. Pemerintah telah mendorong petani menggunakan sistem resi gudang agar dapat menyimpan garamnya sampai harga membaik saat panen raya.

Mendorong petani membentuk koperasi layak dipertimbangkan sebagai jalan keluar karena akan memudahkan petani mengadopsi teknologi pembuatan dan pemurnian garam untuk niLAI TAMBAH, PENYALURAN KREDIT, SERTA PEMASARAN.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Garam yang Tidak Asin".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger